REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mempelajari sejarah bukanlah untuk menghafalkan deret nama dan tanggal. Histori berguna agar manusia tidak mengulangi kesalahan-kesalahan (yang serupa) yang pernah terjadi pada masa lalu.
Prof Raghib as- Sirjani dalam Bangkit dan Runtuhnya Andalusia (2013) mengatakan, ada berbagai hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa tumbangnya kedaulatan Bani Umayyah di Andalusia.
Andalusia merupakan sebutan untuk kawasan Semenanjung Iberia yang berada di Benua Eropa. Kini, tanjung besar itu menjadi tempat negara Spanyol dan Portugal modern.
Pertama, lemahnya watak pemimpin. Pada pengujung abad ke-10 Masehi, para khalifah hanyalah pemimpin simbolis atau bahkan pemimpin boneka. Yang lebih berkuasa atau secara de facto memegang peran penguasa adalah para perdana menteri (wazir) mereka masing-masing.
Memang, keadaan dapat baik-baik saja selama si wazir menghormati raja walaupun si raja masih remaja atau bahkan kanak-kanak. Umpamanya, pada saat Muhammad al-Manshur (Almanzor) bin Abi Amir dan al-Muzhaffar menjadi wazir. Sementara, Hisyam II duduk sebagai khalifah.
Kondisi yang buruk terjadi kalau wazir tidak memedulikan rajanya. Maka, khalifah bukan hanya kehilangan wibawa, melainkan juga tidak berguna. Akan lebih buruk lagi bagi rakyat umum bila si perdana menteri ugal-ugalan, hanya memikirkan kepentingan pribadi, atau tidak kompeten dalam menakhodai negeri.
Itulah yang mengemuka saat Abdurrahman Sanchol naik sebagai wazir. As-Sirjani mengaitkan kondisi kepemimpinannya dengan sebuah hadis Nabi Muhammad SAW: "Maka apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Jika sebuah urusan disandarkan kepada yang bukan ahlinya, tunggulah kehancuran."
Hal lainnya, as-Sirjani menyoroti, Daulah Umayyah yang berpusat di Kordoba kian tergelincir dalam gaya hidup boros. Para pejabatnya gemar bermewah-mewahan.
Kas negara tersedot untuk melayani kemauan penguasa yang kadang kala di luar nalar. Menurut as-Sirjani, istana Madinat az-Zahra dapat menjadi contohnya.
Dengan keluasan dan kemegahannya itu, dari dalam (interior) dia dibuat dari emas. Bahkan, atapnya dibuat dari campuran emas dan perak, tulisnya. Bisa saja, jumlah rakyat yang mampu lebih banyak daripada yang papa. Akan tetapi, hal itu tetap tidak bisa dijadikan pembenaran.
Islam mengajarkan umatnya untuk tidak berlebih-lebihan dalam hal harta benda. Kekayaan cenderung menyilaukan membuat lalai manusia terhadap hal-hal yang lebih esensial. Dalam kaitannya dengan sejarah Andalusia, perkara pokok itu adalah persatuan (ukhuwah).