REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Ibrahim bin Adham merupakan seorang sufi yang hidup pada abad kedua Hijriyah. Alkisah, pakar tasawuf yang akrab disapa Abu Ishaq itu menggelar majelis ilmu di sebuah masjid.
Saat sesi tanya-jawab, tampak seseorang dari barisan belakang mengangkat tangannya. Ia hendak mengajukan pertanyaan kepada sang syekh.
Dengan gugup, lelaki ini memperkenalkan diri. Namanya ialah Jahdar bin Rabiah.
Untuk sesaat, ia terdiam, seperti hendak mengumpulkan nyali sebelum bersuara.
“Wahai, Abu Ishaq!” katanya kemudian, “aku selama ini gemar bermaksiat. Sudah berulang kali bertobat, tetapi kembali jatuh dalam dosa-dosa yang sama. Berikanlah untukku nasihat!”
Syekh Ibrahim bin Adham mengangguk perlahan.
“Akan kusebutkan lima syarat. Jika mampu melakukan semuanya, engkau boleh saja kembali melakukan maksiat,” kata sufi ini.
Mendengar itu, Jahdar terkejut. “Apa saja syarat-syarat itu, wahai Syekh?” tanyanya.
“Pertama, engkau boleh bermaksiat, asalkan jangan menikmati rezeki atau karunia dari Allah Ta'ala."
“Bukankah semua yang manusia nikmati adalah rezeki dari Allah, ya Syekh?” katanya.
“Betul,” jawab Syekh Ibrahim tegas, “kalau sudah memahaminya, masih pantaskah engkau bermaksiat, sedangkan engkau minum dan makan dari rezeki-Nya?”
Lelaki tersebut dan seluruh hadirin majelis hanya diam, mendengarkan.
“Syarat yang kedua,” lanjut sang guru, “kalau mau bermaksiat, engkau jangan tinggal di bumi-Nya!”
"Lantas, apakah syarat yang ketiga?” tanya Jahdar lagi.
"Kalau engkau masih mau bermaksiat, carilah tempat sembunyi yang tidak bisa dilihat oleh Allah!”
"Ya Syekh," ujar Jahdar, "mana mungkin ada tempat seperti itu? Allah Mahamelihat segala sesuatu.”
Ibrahim melanjutkan perihal syarat keempat, “Kalau malaikat maut hendak mencabut rohmu, katakanlah kepadanya, ‘Mundurkanlah kematianku walau sesaat. Sebab, aku ingin bertobat terlebih dahulu dan melakukan amal-amal saleh.’”
"Wahai Syekh, tidak mungkin maut bisa dimundur atau dimajukan waktunya.”
“Wahai hamba Allah," ucap Syekh Ibrahim, "kalau engkau sudah yakini bahwa datangnya kematian tidak bisa ditunda atau diundur, bagaimana mungkin engkau bisa lari dari murka Allah?”
“Lalu, apa syarat yang terakhir?”
Syekh pun menjawab, "Wahai hamba Allah, jikalau engkau melihat malaikat Zabaniyah kelak menggiring orang-orang ke api neraka, jangan engkau mau ikut bersamanya.”
Sadarlah Jahdar bin Rabiah tentang hakikat tobat. Air matanya pun bercucuran. "Cukup-cukup. Mulai saat ini aku akan benar-benar bertobat kepada Allah,” katanya sambil terisak.