Sabtu 19 Oct 2024 22:06 WIB

Said Sebut Kurangi Angka Kemiskinan Harus Jadi Agenda Paling Penting Prabowo-Gibran

Tingkat kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi

Anggota DPR RI, Said Abdullah, ingatkan urgensi penurunan angka kemiskinan
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Anggota DPR RI, Said Abdullah, ingatkan urgensi penurunan angka kemiskinan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Menurunkan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial menjadi agenda paling penting bagi setiap pemerintahan.

Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Said Abdullah menjelaskan, selama sepuluh tahun terakhir, laju penurunan kemiskinan dan kesenjangan sosial masih belum progresif.

Baca Juga

Dia menyebutkan pada 2014 tingkat kemiskinan mencapai 10,96 persen, pada Maret 2024 penduduk miskin mencapai 9,03 persen, selama 10 tahun tingkat kemiskinan hanya turun 1,93 persen, apalagi kita juga menghadapi penurunan jumlah kelas menengah yang mencapai 9 juta jiwa.

"Pada 2014 tingkat kesenjangan sosial (rasio gini) mencapai 0,414 dan pada Maret 2024 di level 0,379 atau turun 0,035," kata dia dalam keterangannya, Sabtu (19/10/2024). 

Dia mengingatkan. Presiden Prabowo perlu fokus menurunkan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial lebih progresif dengan orkestrasi kebijakan yang komprehensif, mulai dari pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, sanitasi, perumahan, hingga lapangan kerja.

Selain itu, Said juga mengingatkan Presiden Prabowo perlu memberi perhatian besar untuk perbaikan sumber daya manusia, khususnya pada sektor pendidikan.

Sebab, kata Said, sejak mandatori anggaran pendidikan 20 persen dari belanja negara di tahun 2003 sampai sekarang atau 21 tahun yang lalu, namun mayoritas Angkatan kerja kita sebanyak 149 juta, sebanyak 54 persennya hanya lulusan SMP kebawah.

"Akibatnya kita tidak bisa mengoptimalkan bonus demografi untuk mendorong lompatan perekonomian nasional dari negara berpendepatan menengah bawah menjadi negara berpendapatan menengah atas, apalagi menjadi high income country," ujar dia..

"Selama 10 tahun terakhir kita belum bisa keluar dari ketergantungan Impor Pangan dan Energi. Padahal keduanya adalah hal pokok yang menyangkut ketahanan dan kemandirian sebuah bangsa dan negara," kata dia menambahkan. 

Menurut Said, selama periode 2014-2023 defisit perdagangan internasional pada sektor pertanian sangat besar. Ekspor sektor pertanian kita mencapai 61,4 miliar USD sedangkan impor kita mencapai 98,46 miliar USD Defisit sebesar 37, miliar USD. Dengan kurs Rp. 15.400 nilai impor hasil pertanian kita mencapai Rp. 569,8 triliun.

Pada periode 2014-2023 impor migas mencapai angka fantastis, yakni 278,5 miliar USD, dengan kurs Rp. 15.400/ USD, maka nilai impor migas 9 tahun terakhir mencapai Rp. 4.288,9 triliun.

Menghadapi persoalan ini tidak mudah, melibatkan berbagai kepentingan ekonomi politik nasional dan internasional. "Dan hal inilah yang akan menjadi tantangan Presiden Prabowo kedepan. Dan selamat bekerja Presiden Prabowo," kata Said berpesan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement