Sabtu 26 Oct 2024 14:39 WIB

Fenomena Jam Koma Ramai Dibahas Gen Z di Medsos, Apa Itu?

Dalam dunia psikologi, jam koma biasa dikenal sebagai kelelahan kognitif.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Seorang wanita mengalami jam koma (ilustrasi). Dalam dunia psikologi jam koma biasa dikenal sebagai kelelahan kognitif atau cognitive fatigue.
Foto: www.freepik.com.
Seorang wanita mengalami jam koma (ilustrasi). Dalam dunia psikologi jam koma biasa dikenal sebagai kelelahan kognitif atau cognitive fatigue.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Belakangan ini istilah jam koma ramai diperbincangkan di media sosial terutama di kalangan generasi Z atau Gen Z. Di media sosial TikTok misalnya, ada banyak kompilasi video yang memperlihatkan momen jam koma yang dialami seseorang.

Pakar psikologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Zaki Nur Fahmawati, mengatakan dalam dunia psikologi jam koma biasa dikenal sebagai kelelahan kognitif atau cognitive fatigue. Ini diartikan sebagai kondisi yang membuat seseorang mengalami penurunan fungsi mental setelah melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan konsentrasi tinggi dan aktivitas intelektual yang terus menerus.

Baca Juga

“Kelelahan kognitif terjadi ketika sumber daya mental seseorang terkuras atau overwhelmed, sehingga membuat mereka merasa sulit untuk terus fokus, berpikir secara jernih, membuat keputusan yang tepat, atau menyelesaikan tugas secara efektif,” kata Zaki dalam keterangannya, dikutip Sabtu (26/10/2024).

Zaki kemudian menjelaskan beberapa faktor yang yang dapat memicu kelelahan kognitif atau jam koma. Pertama, tugas yang kompleks. Menurut Zaki, jika seseorang memproses banyak informasi atau mengerjakan tugas yang membutuhkan pemikiran kritis dan analis secara mendalam dalam jangka waktu lama, maka itu akan membuat otak terbebani.

Kedua, stimulasi berlebihan. Zaki menjelaskan bahwa lingkungan yang penuh gangguan seperti suara bising, multitasking, atau seringnya beralih fokus antara tugas-tugas yang berbeda, membuat tubuh merasa overstimulasi.

“Ini sering dialami di era digital ini. Orang terus menerus berpindah antara beberapa media sosial yang dimiliki, dan pekerjaan, yang menyebabkan kelelahan mental kronis,” jelas Zaki.

Lalu faktor ketiga adalah kurangnya istirahat. Zaki mengatakan, otak sangat membutuhkan waktu pemulihan setelah bekerja keras. Karenanya, bekerja tanpa jeda panjang atau tidak cukup tidur dapat memperburuk kelelahan kognitif.

Selain itu, faktor tekanan emosional seperti stress terkait pekerjaan atau masalah pribadi juga bisa menjadi penyebab seseorang mengalami jam koma. Zaki menerangkan, ketika seseorang merasa terbebani secara emosional, otak bekerja lebih keras untuk mengatasi emosi negatif ini, sehingga mengurangi kapasitas mental untuk menyelesaikan tugas intelektual.

“Aktivitas yang membosankan dan kurang menantang juga bisa menyebabkan kelelahan kognitif. Seseorang mungkin merasa lelah secara mental karena tidak cukup stimulus baru atau bervariasi, yang menyebabkan perasaan stagnasi dan penurunan kemampuan kognitif,” ujar Zaki.

Dia menjelaskan jam koma lebih banyak dikaitkan dengan dampak negatif. Misalnya penurunan kinerja karena kesulitan fokus, mengalami penurunan motivasi untuk menyelesaikan tugas, merasa lelah secara mental, melakukan kesalahan dalam bekerja, serta mood yang buruk.

“Jam koma memunculkan gangguan suasana hati seperti udah marah, frustasi, atau merasa depresi. Ini bisa disebabkan oleh ketidakmampuan untuk berfungsi secara optimal,” kata dia. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement