Ahad 17 Nov 2024 21:20 WIB

Ilmu Nujum dalam Pandangan Islam

Ilmu nujum atau perbintangan termasuk sesuatu yang dapat menafikan tauhid.

ILUSTRASI Penampakan benda-benda langit, termasuk planet dan bintang gemintang.
Foto: dok pxhere
ILUSTRASI Penampakan benda-benda langit, termasuk planet dan bintang gemintang.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ilmu nujum atau perbintangan termasuk sesuatu yang dapat menafikan tauhid, dan menjerumuskan pelakunya kepada kemusyrikan. Hal ini karena orang itu menyandarkan suatu kejadian kepada selain Allah Ta'ala.

Dikutip dari buku Aqidah Ahlus sunnah wal jamaah karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Munajjim atau ahli nujum juga termasuk dalam kategori peramal menurut apa yang diistilahkan oleh sebagian ulama (Majmu Fatawa dan Fat-hul Majid Syarah Kitabit Tauhid).

Baca Juga

Di dalam Shahihul Bukhari dan Shahih Muslim, dari hadits Zaid bin Khalid al-Juhani, ia berkata: "Rasulullah telah mengimami kami shalat Shubuh di Hudaibiyyah setelah semalamnya turun hujan. Ketika usai shalat, beliau berbalik menghadap kepada para Sahabat lantas bersabda: 'Tahukah kalian apa yang difirmankan Rabb kalian?' Para Sahabat menjawab: 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui'.

Beliau ﷺ bersabda: 'Allah Subhanahu wa Ta'ala

berfirman: 'Di kala pagi ini, di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang mengatakan: 'Telah turun hujan kepada kita berkat karunia dan rahmat Allah' ia telah beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Sedangkan orang-orang yang berkata: 'Telah turun hujan kepada kita karena bintang ini atau bintang itu', maka ia kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang" (HR Bukhari dan Muslim).

Imam al-Bukhari rahimahullah (wafat tahun 256 Hijriah) berkata di dalam kitab Shahih-nya: Qatadah berkata: "Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan bintang-bintang ini untuk tiga hal:

1. Sebagai penghias langit.

2. Sebagai pelempar syaithan.

3. Sebagai tanda bagi orang untuk mengenal arah.

Maka, barang siapa menafsirkan selain dari itu, ia telah salah dan menyia-nyiakan bagiannya dan memaksakan diri dalam sesuatu yang ia tidak mengetahuinya" (Fat-hul Bari).

Adapun Ilmu Nujum ada dua macam (Fadhlu Ilmi Salaf alal Khalaf, al-Madkhal li Dirasatil Aqidatil Islamiyyah ala Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaah).

Pertama, 'Ilmu at-Ta'tsiir, yaitu ilmu nujum yang meyakini bahwa bintang-bintang mempunyai pengaruh terhadap keadaan alam semesta. Ilmu ini termasuk syirik dan bukan ilmu yang bermanfaat. Penjelasan yang lainnya tentang definisi ilmu at-Ta'tsiir yaitu menjadikan keadaan bintang, planet dan benda angkasa lainnya sebagai dasar penentuan berbagai peristiwa di bumi, baik sebagai sesuatu yang berpengaruh mutlak maupun hanya sebagai isyarat yang menyertai peristiwa-peristiwa bumi. Jika dia percaya bahwa keadaan itu adalah faktor yang berpengaruh mutlak atas peristiwa-peristiwa bumi dengan tidak membedakan, baik karena kekuatan internalnya maupun karena izin Allah, maka ia dinyatakan musyrik dengan tingkatan syirik besar dan telah keluar dari Islam.

Akan tetapi, jika ia percaya bahwa keadaan itu hanya merupakan isyarat yang menyertai peristiwa-peristiwa bumi, maka ia dinyatakan sebagai musyrik dengan tingkatan syirik kecil yang bertentangan dengan kesempurnaan tauhid. Perbintangan tidak berpengaruh terhadap peristiwa-peristiwa yang ada di bumi. Anggapan tentang perbintangan berpengaruh terhadap peristiwa-peristiwa di bumi adalah termasuk berkata sesuatu atas Nama Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa ilmu.

Rasulullah ﷺ bersabda,

من اقتبس علما من النجوم اقتبس شعبة من السحر زاد ما زاد

"Barang siapa mempelajari satu cabang dari ilmu nujum, maka sesungguhnya ia telah mengambil satu bagian dari ilmu sihir, semakin bertambah (ilmu yang dia pelajari), semakin bertambah pula (dosanya)" (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan al-Baihaqi).

Kedua, 'Ilmu at-Tas-yiir, yaitu ilmu nujum yang tujuannya untuk memudahkan arah tujuan dalam perjalanan dan kemaslahatan agama. Penjelasan yang lainnya tentang definisi ilmu at-Tas-yiir yaitu menjadikan keadaan bintang dan benda angkasa sebagai petunjuk penentuan arah mata angin dan letak geografis suatu negara dan semacamnya. Jenis ini dibolehkan dalam Islam. Dari sinilah munculnya Hisab Takwim (penanggalan), pengetahuan tentang akhir musim dingin dan musim panas, waktu-waktu pembuahan (tumbuhan dan hewan), kondisi cuaca, hujan, penyebaran wabah penyakit dan semacamnya" (al-Qaulul Mufid ala Kitabit Tauhid, al-Madkhal li Dirasatil Aqidatil Islamiyyah ala Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaah).

sumber : Dok Republika
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement