REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menyayangkan Komposisi Komisioner KPK 2024-2029 pilihan Komisi III DPR yang didominasi oleh Aparat Penegak Hukum (APH). Hal ini dinilai menjadi tantangan untuk mengaktifkan kembali fungsi trigger mechanism KPK.
Ketua PBHI Julius Ibrani menyebut semangat KPK muncul ketika Kejaksaan dan Kepolisian dianggap belum cukup efektif dalam pemberantasan korupsi. Tapi faktanya, calon yang dipilih oleh DPR adalah mereka dengan rekam jejak Kejaksaan dan Kepolisian yang juga tidak efektif dalam melakukan pemberantasan korupsi di lembaga sebelumnya.
"Bahkan, Kejaksaan dan Polri menjadi lembaga yang paling banyak melakukan korupsi," kata Julius dalam keterangan persnya pada Jumat (21/11/2024).
PBHI mengaku sudah mengirimkan rekam jejak seluruh nama Capim dan Dewas yang sedang menjalankan Fit and Proper Test. Sayangnya Komisi III DPR RI tidak mengindahkan rekam jejak tersebut.
"Padahal rekam jejak tersebut dapat menjadi indikator nilai apakah calon yang ada memiliki niat baik dalam pemberantasan korupsi atau tidak," ujar Julius.
PBHI mengamati dalam fit and proper test capim dan dewas KPK, Komisi III DPR awalnya menjadikan rapat pemilihan/voting calon pimpinan KPK mendatang tertutup bagi publik. Namun akhirnya rapat dilakukan secara terbuka terbatas dan hanya memperbolehkan jurnalis yang masuk ke dalam ruang sidang untuk meliput.
"Namun, elemen masyarakat sipil tidak diperbolehkan untuk melihat proses akhir seleksi ini," ujar Julius.
Oleh karena itu, PBHI mengendus daftar pimpinan KPK periode 2024-2029 telah dikondisikan sejak awal. PBHI mencurigai seleksi hingga uji kelayakan dan kepatutan sekedar kebutuhan formalitas belaka.
"Basa-basi seleksi, pengondisian calon pimpinan KPK yang bisa kompromi korupsi," kata Julius.
Julius mengendus panitia seleksi (pansel) diduga memilih calon pimpinan KPK terafiliasi dengan Joko Widodo (Jokowi). Dugaan tersebut mencuat karena banyak calon yang memiliki rekam jejak cukup baik dan berkomitmen dalam pemberantasan korupsi malah tak lolos dalam proses tahap awal. Pansel cenderung meloloskan nama-nama yang memiliki rekam jejak buruk.
"Seleksi wawancara yang dilakukan oleh Pansel maupun fit and proper test di Komisi III DPR tidak menggali lebih dalam kepada calon terkait mulai dari tidak patuh dalam melaporkan harta kekayaan, harta kekayaan yang mengalami fluktuasi tidak wajar, nir-integritas dan potensi benturan konflik kepentingan, hingga langkah konkret dalam upaya membenahi kelembagaan KPK pascarevisi UU KPK 2019," ujar Julius.
Tercatat, kursi pimpinan KPK akan diisi Setyo Budiyanto (mantan Direktur Penyidikan KPK), Johanis Tanak (Komisioner KPK saat ini), Fitroh Rohcahyanto (jaksa yang sempat menjadi Direktur Penuntutan KPK), Agus Joko Pramono (mantan Wakil Ketua BPK) dan Ibnu Basuki Widodo (hakim di Pengadilan Tinggi Manado).
Sedangkan di kursi dewan pengawas KPK akan diisi oleh Chisca Mirawati (Founder & Managing Partner CMKP Law), Benny Mamoto (mantan Ketua Harian Kompolnas), Wisnu Baroto (jaksa), Sumpeno (hakim pada Pengadilan Tinggi Jakarta) dan Gusrizal (Ketua Pengadilan Tinggi Samarinda).