REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun keenam Hijrah, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dalam jumlah yang besar bertolak dari Madinah. Dalam rombongan ini, mereka membawa 70 ekor unta untuk dijadikan hewan kurban.
Niat beliau shalallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat untuk melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi, saat itu Ka'bah di Makkah masih dikuasai kaum musyrikin Quraisy. Golongan ini jelas-jelas memusuhi Nabi SAW.
Di tengah perjalanan, tepatnya di Hudaibiyah, rombongan Nabi SAW mendapatkan kabar, kaum Quraisy Makkah menolak kedatangan mereka. Alasannya, rombongan Nabi SAW dituding tidak berniat haji, tetapi hendak menyerang penduduk Makkah.
Kepada utusan Quraisy yang membawa pesan itu, Nabi SAW berusaha meyakinkannya. Bahwa rombongan Muslimin semata-mata datang ke Makkah untuk beribadah haji.
Agar mereka lebih yakin lagi, Nabi SAW memotong sebagian unta yang dibawa sebagai kurban. Ini sekaligus menunjukkan kepada utusan tersebut, kaum Muslimin ini tidak membawa senjata untuk berperang.
Namun, kaum Quraisy tetap tidak membolehkan Nabi SAW untuk memasuki Kota Makkah. Mereka baru akan mengizinkan beliau melaksanakan haji pada tahun berikutnya. Akhirnya, Nabi SAW menerima permintaan itu.
Inilah teladan Rasulullah SAW yang penuh kesabaran. Nabi SAW tetap tenang dan tidak reaktif sehingga tidak memaksakan kehendak meskipun keinginannya itu dalam dalam rangka beribadah atau menunjukkan kebajikan. Demi menjaga kedamaian, beliau mengambil sikap legawa.
Lapang dada