MAGENTA -- Jakarta adalah kota impian untuk mengubah nasib. Jakarta menjadi magnet bagi penduduk dari luar Jakarta untuk mencari pekerjaan dan peruntungan hidup. Itu sebabnya saban tahun penduduk Jakarta bertambah.
Meski kehidupan di Jakarta keras, tapi banyak yang tidak kapok bolak-balik ke Jakarta. Bahkan tiap selesai pulang kampung pascalebaran, banyak dari mereka yang membawa sudara atau temannya mengadu nasib di Jakarta.
Meminjam potongan lagu Koes Plus yang dirilis pada1969, "Ke Jakarta aku kan kembali walaupun apa yang kan terjadi." Jelas, dari lagu yang berjudul "Kembali ke Jakarta" ini, Jakarta menyimpan asa untuk mengubah nasib menjadi lebih baik.
BACA JUGA: Ada Kuburan Orang Belanda di Tanah Abang, Dulu Mayatnya Diangkut Perahu Lewat Kali Krukut
.
Hingga kini Jakarta masih menjadi kota andalan untuk mencari dan mengumpulkan rupiah. Jakarta malam hari jauh berbeda dari siang hari. Di malam hari penduduk Jakarta sekitar 11 juta jiwa.
Tetapi pada siang hari jumlah itu mencapai 14 hingga 15 juta jiwa. Itu disebabkan oleh banjir masyarakat commuter yang hilir mudik datang dari luar Jakarta, seperti Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi.
Sejak dasawarsa 2000-an Jakarta telah berkembang dari kota metropolis menjadi megapolis. Ledakan penduduk telah menyatukan kota-kota di sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dengan Jakarta, telah mendorong perlunya penataan kota secara sinergis dan memiliki jangkauan jauh ke depan.
BACA JUGA: Mengenal Sabeni, Jawara Tanah Abang yang Punya Jurus Silat Kelabang Nyebrang
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan (Dukcapil) Provinsi Jakarta, total penduduk Jakarta per Juni 2022 adalah 11.249.585 jiwa. Mereka mendiami kota Jakarta seluas 661,23 Km persegi.
Penduduk Jakarta Tembus Jutaan pada 1950
Sejatinya, pada 1945 jumlah penduduk Jakarta belum mencapai angka jutaan. Penduduk Jakarta tembus di angka 1,7 juta pada 1950 disebabkan oleh kembalinya Pemerintahan Republik dari Yogyakarta ke Jakarta pada 1949.
Dikutip dari buku Jakarta: Sejarah 400 Tahun oleh Susan Blackburn, mereka berbondong-bondong ke Jakarta untuk menghindari kerusuhan di pedesaan yang terus berlanjut bahkan setelah perang dengan Belanda berakhir. Di sejumlah wilayah ada pemberontakan melawan wewenang Pemerintah Republik.
BACA JUGA: Mata Kedutan dan Bunyi Tokek Bagi Orang Betawi, Pertanda Apa?
.
Di Jawa Barat, tulis Susan, Darul Islam merupakan ancaman terbesar terhadap keteraturan dan ketertiban. Angkatan perang pemberontak Muslim ini berperang demi mewujudkan sebuah negara Islam dan menentang Republik Indonesia yang sekuler. Pemberontakan kelompok ini berlangsung selama bertahun-tahun sejak pengalihan kedaulatan.
Data survei tahun 1953 terhadap imigran menunjukkan mayoritas orang datang ke Jakarta karena alasan ekonomi. Pada akhir masa perjuangan merebut kemerdekaan, kondisi ekonomi Indonesia sangat buruk. Produksi sangat rendah dan barang yang tersedia hanya sedikit.
Sebagai tempat kedudukan pemerintah nasionalis baru, Jakarta menjanjikan kemerdekaan akan membawa kemakmuran. Pada 1957, diperkirakan 10 ribu orang pengguna kereta yang datang ke Jakarta setiap hari dari Bogor.
"Jakarta nampaknya menawarkan harapan baru bagi para penduduk pedesaan. Banyak dari mereka yang datang dari wilayah-wilayah sangat padat di Jawa. Ribuan lainnya yang tidak terdata adalah para migran musiman yang hanya tinggal selama beberapa bulan di kota, lalu kembali ke desa masing-masing pada masa bercocok tanam dan saat Lebaran, yaitu pada akhir bulan puasa umat Islam," tulis Susan Blackburn.
Jumlah Penduduk Jakarta dari 1870 Hingga 2024
Berikut ini jumlah penduduk Jakarta sejak 1870 hingga 2024, dikutip dari Ensiklopedia Jakarta 2, terbitan PT Penerbit Lentera Abadi, 2009 dan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan (Dukcapil) Provinsi Jakarta.
BACA JUGA: Kisah Presiden Sukarno Terbitkan Buku Masakan Indonesia Mustikarasa gegara Berita Kelaparan
• Tahun 1870: 65.000 jiwa
• Tahun 1875: 99.100 jiwa
• Tahun 1880: 102.900 jiwa
• Tahun 1883: 97.000 jiwa
• Tahun 1886: 100.500 jiwa
• Tahun 1890: 105.100 jiwa
.
• Tahun 1895: 114.600 jiwa
• Tahun 1901: 115.900 jiwa
• Tahun 1905: 138.600 jiwa
• Tahun 1918: 234.700 jiwa
• Tahun 1920: 253.800 jiwa
• Tahun 1925: 290.400 jiwa
BACA JUGA: Kisah Persahabatan Snouck Hurgronje dengan Haji Hasan Mustapa, dari Utang Nyawa hingga Pernikahan
• Tahun 1928: 311.000 jiwa
• Tahun 1930: 435.184 jiwa
• Tahun 1940: 533.000 jiwa
• Tahun 1945: 600.000 jiwa
• Tahun 1950: 1.733.600 jiwa
• Tahun 1959: 2.814.000 jiwa
• 31 Oktober 1961: 2.906.533 jiwa
• 24 September 1971: 4.546.492 jiwa
• 31 Oktober 1980: 6.503.449 jiwa
• 31 Oktober 1990: 8.259.693
• 30 Juni 2000: 8.384.853jiwa
• 1 Januari 2005: 8.540.306 jiwa
• 1 Januari 2006: 7.512.323 jiwa
• Juni 2007: 7.552.444 jiwa
• Juni 2022: 11.249.585 jiwa
• Data terbaru jumlah penduduk WNI di DKI Jakarta pada Semester 1 Tahun 2024 sebanyak 11.135.191 jiwa.
BACA JUGA: Kisah AR Fachruddin Dicuekin di Irak karena Ogah Mengutuk Iran
Editor: Emhade Dahlan