REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pemerintah Jepang mentargetkan porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) hingga 50 persen pada bauran energi nasionalnya. Selain sumber EBT, 20 persen dari total baruan energi akan ditopang tenaga nuklir.
Dilansir dari Reuters, Jepang menetapkan target ini dalam Rencana Kebijakan Dasar Energi Terbaru Jepang hingga 2040. Dalam rencana tersebut, penggunaan pembangkit listrik fosil akan turun menjadi 30 sampai 40 persen pada 2040 dibanding tahun 2023 yang masih sebanyak 68,6 persen.
“Penting untuk memanfaatkan tenaga listrik berbahan bakar LNG sebagai sarana transisi yang realistis, dan pemerintah serta sektor swasta harus bersama-sama mengamankan kontrak-kontrak LNG jangka panjang yang diperlukan sebagai persiapan untuk menghadapi risiko-risiko seperti kenaikan harga dan gangguan pasokan,” kata rancangan kebijakan dasar energi tersebut, Selasa (17/12/2024).
Target yang dipasang hingga 50 persen tersebut naik dua kali lipat dibandingkan realisasi bauran EBT sebesar 22,9 persen pada tahun 2023 kemarin.
Kebijakan ini sekaligus mereduksi porsi tenaga nuklir pada kebijakan energi Jepang. Target pembangkit listrik tenaga nuklir Jepang sesuai dengan target 2030 sebesar 20 sampai 22 persen. Meski industri nuklir menghadapi berbagai tantangan usai bencana Fukushima 2011. Pada tahun 2023 tenaga nuklir hanya menyumbang 8,5 persen dari total pasokan listrik Jepang.
Fokus utama rencana energi sebelumnya pada dekarbonisasi, tapi risiko geopolitik termasuk perang Rusia-Ukraina, mengalihkan perhatian yang lebih besar pada ketahanan energi. Permintaan energi pada 2040 mengasumsikan naik antara 12 persen dan 22 persen dari tingkat 2023. Semua target bersifat sementara.
Meskipun rencana energi yang ada hingga 2030 bertujuan agar bahan bakar baru seperti hidrogen dan amonia menyumbang sekitar 1 persen dari campuran listrik, kebijakan dasar energi terbaru menghilangkan target spesifik untuk bahan bakar tersebut.
Rapat gabungan kementerian industri dan lingkungan bulan lalu mengungkapkan rancangan strategi yang menyerukan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 60 persen pada tahun 2035 dan 73 persen pada tahun 2040. Dalam langkah yang disebut "jalur linier" menuju nol-emisi pada tahun 2050.