REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Tahun 2023 menandai 50 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Korea Selatan. Dalam periode setengah abad ini, hubungan yang dimulai dengan kerja sama biasa kini telah berkembang menjadi special strategic partnership.
Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Seoul, Zelda, menjelaskan pada 2017 kedua pemimpin negara sepakat untuk meningkatkan status hubungan mereka dari strategic partnership menjadi special strategic partnership. Langkah ini menegaskan betapa krusialnya posisi Indonesia dalam peta geopolitik dan ekonomi Korea Selatan (Korsel), begitu pula sebaliknya.
"Dan untuk negara-negara ASEAN, Korea sampai sekarang itu baru punya special strategic partnership dengan Indonesia saja. Berarti kan itu menunjukkan betapa pentingnya Indonesia bagi Korea dan juga tentunya betapa pentingnya Korea bagi Indonesia," ujar Zelda saat berbincang dengan Republika, di KBRI Seoul, beberapa waktu lalu.
Indonesia dengan Korea Selatan, menurut Zelda, dapat memanfaatkan keunggulan masing-masing. Seperti diketahui, Korsel sangat kuat dalam hal investasi dan memiliki industri teknologi yang besar. Selama ini investasi Korsel ke Indonesia mulai dari smelter, pabrik baterai, hingga produksi kendaraan listrik.
Terbaru, yang mulai diberlakukan tahun lalu adalah Indonesia dan Korsel menyepakati perjanjian Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA). IK-CEPA telah menurunkan tarif impor untuk 95 persen produk Indonesia.
"Jadi ini pastinya akan menguntungkan bagi Indonesia, selain juga untuk Korea pastinya, tapi ini akan menguntungkan bagi pelaku usaha Indonesia apabila benar-benar mau memanfaatkannya," ujar Zelda.
Peran serta BNI dorong pertumbuhan perdagangan bilateral
Hal senada juga disampaikan General Manager BNI cabang Seoul, Edy Pramono. Menurutnya, hubungan perdagangan antara Indonesia dan Korea Selatan terus meningkat, dengan volume perdagangan yang terus mencatatkan angka signifikan. Terbaru, kedua negara telah menandatangani IK-CEPA, sebuah perjanjian yang bertujuan untuk meningkatkan volume perdagangan dengan mengurangi hambatan tarif.
Selain itu, Korea Selatan juga merupakan salah satu negara dengan kontribusi terbesar terhadap Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, Korea Selatan berada di peringkat 5 hingga 7 besar negara penyumbang FDI ke Indonesia.
"Investasi Korea Selatan di sektor otomotif, elektronik, dan teknologi, termasuk industri mobil listrik, semakin mempererat ikatan ekonomi antara kedua negara," kata Edy ditemui di kantor BNI Seoul, di Seoul, Korsel beberapa waktu lalu.
Sejak pembukaan cabang BNI Seoul delapan tahun yang lalu, BNI telah berperan besar dalam mendukung transaksi ekonomi antara Indonesia dan Korsel. Meskipun BNI Seoul termasuk cabang yang relatif muda di jaringan cabang luar negeri BNI, potensinya di Korea Selatan sangat besar, mengingat volume perdagangan dan investasi yang terus berkembang.
Edy menjelaskan BNI hadir untuk memfasilitasi transaksi perdagangan antara Indonesia dan Korea Selatan, termasuk transaksi dalam mata uang lokal setelah diluncurkannya Local Currency Transaction (LCT). Pada akhir September 2024, Bank Indonesia (BI) dan Bank of Korea secara resmi meluncurkan kesepakatan LCT, yang memungkinkan transaksi perdagangan, remitansi, dan investasi antara kedua negara dapat dilakukan menggunakan mata uang lokal masing-masing, yakni Rupiah (IDR) dan Won Korea (KRW).
"Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi ketergantungan pada mata uang asing dalam transaksi ekonomi," kata Edy.
Dengan adanya LCT, transaksi perdagangan antara Indonesia dan Korea Selatan akan semakin mudah dan lebih terjangkau, mengingat pengurangan biaya yang biasanya timbul akibat konversi mata uang asing. Langkah ini diharapkan dapat mendorong peningkatan perdagangan dan investasi, serta memperkuat kerja sama ekonomi yang sudah terjalin erat selama ini.
Seiring dengan kemajuan hubungan ini, Indonesia dan Korea Selatan dapat terus memperluas kolaborasi di berbagai sektor strategis, sambil memanfaatkan potensi besar yang dimiliki masing-masing negara untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi kedua belah pihak.