REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah mengenai pendistribusian LPG 3 kilogram (kg) dihujani banyak kritikan dari masyarakat. Setelah menelurkan kebijakan melarang pengecer menjualnya karena hanya boleh dijual di pangkalan resmi Pertamina, pemerintah merevisi kebijakan tersebut dengan menjadikan pengecer sebagai sub pangkalan.
Pengamat Ekonomi Yusuf Wibisono mengatakan, kebijakan pemerintah melarang pedagang eceran menjual LPG 3 kg memiliki tujuan utama untuk membatasi pembelian LPG 3 kg oleh pihak yang tidak berhak. Dengan membuat LPG 3 kg yang disubsidi secara signifikan oleh pemerintah hanya tersedia di tingkat agen, pemerintah berharap dapat mengontrol konsumen dan memastikan pembelian LPG 3 kg hanya dilakukan oleh masyarakat yang berhak. Yakni rumah tangga sasaran, usaha mikro sasaran, nelayan sasaran dan petani sasaran.
"Dengan membuat konsumsi LPG 3 kg menjadi lebih tepat sasaran, pemerintah berharap dapat menekan beban subsidi LPG 3 kg. Sekitar 68 persen konsumsi LPG 3 kg diperkirakan dinikmati oleh masyarakat kelas menengah atas. Hanya 32 persen dari subsidi LPG 3 kg yang dinikmati masyarakat miskin," kata Yusuf kepada Republika, Selasa (4/2/2025).
Bahkan, kata Yusuf, terdapat tendensi masyarakat kelas menengah atas sengaja beralih dari LPG nonsubsidi ke LPG 3 kg yang disubsidi oleh pemerintah. Sebagai contoh pada 2019 realisasi volume LPG 3 kg mencapai 6,84 juta metrik ton, sedang pada 2022 mencapai 7,80 juta metrik ton. Di waktu yang sama, realisasi volume LPG non-subsidi turun dari 0,66 juta metrik ton pada 2019 menjadi hanya 0,46 juta metrik ton pada 2022. Sehingga dengan kata lain, terdapat konsumen yang semula mengkonsumsi LPG non-subsidi beralih ke LPG 3 kg yang di subsidi.
"Karena LPG kita bergantung pada impor maka seiring kenaikan harga komoditas global, maka beban subsidi LPG 3 kg cenderung terus meningkat seiring kenaikan konsumsi. Maka mengendalikan konsumsi LPG 3 kg menjadi krusial bagi pemerintah untuk menekan subsidi LPG 3 kg," jelasnya.
Yusuf mengatakan, berdasarkan data, pada 2016, subsidi LPG 3 kg baru di kisaran Rp 24,9 triliun. Lalu pada 2018, angka subsidi LPG 3 kg meningkat menjadi Rp 58,1 triliun, dan pada 2022 menembus Rp 100,4 triliun.