Rabu 05 Feb 2025 01:19 WIB

Harga Gabah di Telang Sari Belum Sentuh HPP

Sektor pertanian perlu kolaborasi antara petani, penyuluh, pemerintah, dan swasta.

Memasuki musim panen, petani di Desa Telang Sari, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, mengapresiasi serapan gabah oleh Bulog meski harga jual belum sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di lapangan.
Foto: .
Memasuki musim panen, petani di Desa Telang Sari, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, mengapresiasi serapan gabah oleh Bulog meski harga jual belum sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di lapangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki musim panen, petani di Desa Telang Sari, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, mengapresiasi serapan gabah oleh Bulog meski harga jual belum sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di lapangan. Dwi Suprapto (43), salah satu petani setempat, mengaku lega meski 10 ton gabah keringnya hanya dibeli seharga Rp 6.200 per kilogram, masih di bawah HPP terbaru Rp 6.500 per kg.

“Alhamdulillah, hasil panen tetap memberi keuntungan, meski belum sesuai ekspektasi. Harapannya, ke depan ada kepastian harga sesuai aturan,” ujar Dwi.

Baca Juga

Berdasarkan Keputusan Kepala Bapanas No.14 Tahun 2025 yang telah dicabut, HPP gabah ditetapkan sebesar Rp 6.500 per kg dengan toleransi kadar air dan hampa maksimal. Namun, realisasi di lapangan masih timpang. Di Telang Sari, harga Rp 6.200 per kg dinilai lebih baik dibanding wilayah lain di Banyuasin yang hanya mencapai Rp 5.400 per kg.

Kondisi ini memicu kekhawatiran petani, terutama di daerah dengan serapan pasar terbatas. “Jika harga tak sesuai HPP, beban biaya produksi yang tinggi sulit tertutupi,” ungkap Dwi.

Desa Telang Sari, dengan luas sawah 771 hektare, mencatat produktivitas 7-9 ton per hektare berkat penerapan teknologi dan alat mesin pertanian (alsintan) modern. Namun, sebagai wilayah rawa, Banyuasin masih menghadapi tantangan optimalisasi lahan.

Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat BSIP Perkebunan, menyatakan pemerintah terus mendorong peningkatan produksi melalui program Optimalisasi Lahan Sawah (Oplah) untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) di lahan rawa. “Dukungan alsintan dan pendampingan penyuluh pertanian menjadi kunci efisiensi produksi,” ujar Kuntoro saat kunjungan ke lokasi panen (4/2/2025).

Keberhasilan sektor pertanian, menurut Kuntoro, memerlukan kolaborasi antara petani, penyuluh, pemerintah, dan swasta. Penyuluh berperan vital dalam transfer teknologi, strategi tanam, hingga akses pasar.

Sementara, kebijakan harga yang stabil diperlukan untuk menjamin kesejahteraan petani. “Modernisasi saja tidak cukup tanpa kebijakan yang memastikan harga adil. Petani butuh kepastian agar semangat bertani tetap terjaga,” kata Dwi mewakili suara rekan-rekannya.

Harapannya, langkah konkret kehadiran pemerintah daerah dan pusat dapat memperkuat posisi tawar petani, menekan disparitas harga, dan membuka akses pasar yang lebih luas demi kedaulatan pangan berkelanjutan.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement