REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Para pemimpin dunia dan masyarakat harus menghormati keinginan warga Palestina untuk tetap tinggal di Gaza, utusan Palestina untuk PBB mengatakan hal itu pada Selasa (4/2), setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa dia yakin orang-orang dari wilayah tersebut harus dimukimkan di tempat lain secara permanen.
“Tanah air kami adalah tanah air kami, jika sebagian dari itu hancur, Jalur Gaza, rakyat Palestina memilih untuk kembali ke sana,” kata utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, dikutip dari laman Arab News, Rabu (5/2)
“Dan saya pikir para pemimpin dan rakyat harus menghormati keinginan rakyat Palestina," ujarnya.
Pada Selasa, Trump bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, dengan pemimpin AS tersebut mengatakan bahwa ia percaya warga Palestina harus meninggalkan Gaza setelah serangan Israel yang telah menghancurkan wilayah tersebut dan menyebabkan sebagian besar wilayah tersebut menjadi reruntuhan.
Berbicara menjelang pertemuan tersebut, Trump mengatakan bahwa ia menginginkan solusi yang dapat memberikan “area yang indah untuk memukimkan kembali orang-orang secara permanen di rumah-rumah yang bagus di mana mereka bisa bahagia.”
Di PBB, Mansour tidak menyebutkan nama Trump namun tampaknya menolak usulan presiden AS tersebut.
“Negara kami dan rumah kami adalah Jalur Gaza, itu adalah bagian dari Palestina," kata Mansour.
“Kami tidak punya rumah. Bagi mereka yang ingin mengirim mereka ke tempat yang bahagia dan menyenangkan, biarkan mereka kembali ke rumah asli mereka, ada tempat-tempat yang menyenangkan di sana, dan mereka akan senang untuk kembali ke tempat-tempat ini,” ujarnya.
Perang di Gaza meletus setelah serangan pejuang kemerdekaan Palestina yakni Hamas pada 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan tewasnya 1.210 orang di pihak Israel, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka-angka resmi Israel.
Serangan balasan Israel telah membunuh sedikitnya 47.518 orang di Gaza, sebagian besar warga sipil dari kalangan wanita dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas. PBB menganggap angka-angka ini dapat diandalkan.
PBB mengatakan lebih dari 1,9 juta orang atau 90 persen dari populasi Gaza telah mengungsi akibat serangan Israel, dengan kampanye pengeboman yang telah meratakan sebagian besar bangunan di wilayah tersebut, termasuk sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur sipil dasar.
Dimulainya kesepakatan gencatan senjata, yang mencakup pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas dan tahanan yang ditahan oleh Israel, pada tanggal 19 Januari, membuat warga Palestina bergembira, dengan banyak yang kembali ke rumah mereka yang sudah tidak lagi berdiri.
“Dalam dua hari, dalam rentang waktu beberapa jam, 400.000 warga Palestina berjalan kaki kembali ke bagian utara Jalur Gaza,” kata utusan PBB, Mansour.
“Saya pikir kita harus menghormati pilihan dan keinginan rakyat Palestina, dan rakyat Palestina pada akhirnya akan membuat keputusan, tekad mereka,” ujarnya.