REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengkritisi kondisi penurunan penerimaan negara pada Januari 2025, yang mengindikasikan terjadinya defisit anggaran yang kian melebar. Ia menilai hal itu terjadi karena permasalahan Cortex.
Diketahui, data Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi penerimaan pajak pada Januari 2025 sebesar Rp 88,89 triliun. Angka tersebut mengalami penurunan 41,86 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama di 2024 sebesar Rp 152,89 triliun.
“Harus diakui bahwa salah satu biang keladi anjloknya penerimaan pajak adalah permasalahan implementasi Coretax, sistem administrasi perpajakan yang diluncurkan per 1 Januari 2025,” kata Achmad dalam keterangannya, Rabu (12/3/2025).
Achmad menyebut, ironisnya, program yang digadang-gadang akan meningkatkan efisiensi dan optimalisasi penerimaan pajak justru menjadi batu sandungan besar bagi pemerintah. Sedangkan dalam implementasi Cortex, terjadi banyak kendala yang dialami oleh wajib pajak (WP).
“Banyak wajib pajak mengeluh tidak dapat menyetor, melapor, atau mengakses layanan pajak dasar akibat eror Coretax,” ujar dia.
Menurutnya, pemerintah hingga kini masih minim dalam menanggapi persoalan utama tersebut. Padahal, Coretax terbukti mengganggu proses administrasi perpajakan, membuat penerimaan yang seharusnya dibukukan pada Januari tertunda atau bahkan gagal masuk ke kas negara.
“Ini bukan sekedar masalah teknis, melainkan persoalan mendasar yang mengancam kelangsungan fiskal negara,” tegasnya.
Achmad menyebut, ketika sistem perpajakan gagal berfungsi optimal, basis penerimaan negara akan lumpuh, dan pemerintah tidak memiliki ruang fiskal untuk menjalankan program-program prioritas.
“Dalam konteks Indonesia, di mana belanja sosial seperti bansos, subsidi energi, hingga program populis seperti makan siang gratis sangat bergantung pada penerimaan pajak, maka kegagalan Coretax dapat berdampak luas pada stabilitas sosial dan ekonomi nasional,” tuturnya.