Selasa 18 Mar 2025 07:53 WIB

Wanita Haid Meninggal Saat Ramadhan, Bagaimana Puasanya?

Apakah keluarganya harus mengqadha dan bayar fidyah puasa almarhumah?

Ilustrasi Muslimah
Foto: Pixabay
Ilustrasi Muslimah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap Muslim sejatinya wajib untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Namun, ada kondisi di mana puasa seorang Muslim menjadi batal dan wajib mengqadhanya setelah berakhirnya Ramadhan. Misalnya, seorang Muslimah yang mengalami haid, dia harus mengganti puasanya pada hari lain di luar Ramadhan.

Bagaimana bila wanita yang sedang haid pada bulan Ramadhan itu meninggal saat masih Ramadhan atau meninggal begitu memasuki Syawal? Artinya, Muslimah tersebut tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha puasanya.

Baca Juga

Apakah lantas qadha puasa Ramadhan wanita itu dilakukan oleh anggota keluarganya? Ataukah keluarganya cukup dengan mengeluarkan fidyah bagi wanita tersebut?

Pertanyaan seperti ini juga ditanyakan oleh seorang jamaah kepada pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al Bahjah, KH Yahya Zainul Ma'arif atau yang lebih akrab disapa Buya Yahya, pada sesi tanya jawab dalam majelis taklimnya. Kajian ini ditayangkan melalui kanal Al Bahjah TV beberapa waktu lalu.

Dalam kesempatan itu, Buya Yahya menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai wanita Muslim yang batal atau meninggalkan puasa Ramadhan karena sebab mengalami haid, tetapi kemudian wafat sebelum Syawal sehingga dia tak memiliki kesempatan untuk mengqadha.

Menurut Buya Yahya, pendapat yang dikukuhkan adalah tidak wajib bagi keluarganya mengqadhakan puasa yang ditinggalkan wanita Muslim tersebut akibat mengalami haid dan meninggal saat Ramadhan. Tidak wajib juga keluarganya membayarkan fidyah atas puasa Ramadhan yang ditinggalkan wanita Muslim karena haid dan wafat saat Ramadhan.

"Jika ada orang meninggalkan puasa karena uzur (sebab tadi seperti haid) kemudian meninggal dunia dan belum sempat mengqadha karena belum punya kesempatan mengqadha, belum ketemu Syawal sudah meninggal, atau ketemu Syawal, tetapi sakit dan meninggal. Maka dia (keluarganya) tidak wajib mengqadha, tidak wajib fidyah. Karena pada dasarnya dia mestinya mengqadha, cuma tiba-tiba nggak bisa mengqadha karena tidak ada kesempatan untuk mengqadhanya. Ini adalah yang haid," kata Buya Yahya.

Akan tetapi, ada juga ulama yang membolehkan bagi keluarganya membayarkan fidyah atas puasa Ramadhan yang ditinggalkan wanita Muslim yang haid dan meninggal sebelum Syawal.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Maka Buya Yahya menjelaskan bahwa wali dari wanita tersebut, baik anak maupun suami boleh dan sah untuk membayar fidyah berupa satu mud makanan pokok seperti beras per harinya (disesuaikan berapa hari tidak berpuasa selama Ramadhan).

Inilah khilafiyah yang terjadi di antara para ulama berkaitan dengan puasa Ramadhan yang ditinggalkan Muslimah yang haid dan meninggal sebelum Syawal. Namun, agar tidak bimbang, Buya Yahya lebih menekankan pada pendapat yang kuat, yakni tidak wajib bagi keluarganya mengqadhakan dan tidak wajib juga fidyah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali 'Imran ayat 159)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement