Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) melakukan tiga hal ini berkaitan dengan usaha mikro dan kecil (UMK). Yaitu mengurangi jumlah personel pelaksana kegiatan penilaian kesesuaian, mengurangi waktu pelaksanaan penilaian kesesuaian, dan atau mengurangi jumlah sampel barang yang diuji.
Untuk apa hal itu harus dilakukan? Apakah karena LSPro perlu efisiensi? Apakah hal itu tidak akan mengurangi kualitas proses sertifikasi?
“Penyesuaian ini tidak mengurangi jaminan terhadap kualitas produk, karena substansi pemenuhan persyaratan SNI tetap harus dipenuhi. Jadi, proses sertifikasi tetap akuntabel, tetapi lebih ramah bagi UMK,” jelas Deputi Bidang Akreditasi BSN Wahyu Purbowasito, Senin (5/5/2025).
Wahyu menjelaskan, UMK merupakan pilar utama penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Presiden telah menginstruksikan berbagai langkah strategis untuk mendorong UMK naik kelas dan memiliki daya saing yang lebih tinggi.
Data dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (https://www.ekon.go.id/) menunjukkan, UMKM menyumbang lebih dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. UMKM juga menyerap hampir 97 persen tenaga kerja.
Saat ini, jumlah UMKM di Indonesia telah mencapai lebih dari 64 juta unit usaha. Kontribusinya terhadap ekspor nasional sekitar 15,7 persen.
Menurut Wahyu, BSN telah menetapkan Peraturan BSN Nomor 9 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyusunan Skema Penilaian Kesesuaian terhadap Standar Nasional Indonesia (SNI). Peraturan ini ditindaklanjuti melalui Surat Edaran Kepala BSN Nomor 1/SE/Ka.BSN/3/2025.
Surat Edaran Kepala BSN Nomor 1/SE/Ka.BSN/3/2025 itu memberikan ruang bagi LSPro untuk menyusun skema sertifikasi secara mandiri terhadap SNI yang bersifat sukarela, apabila skema sertifikasi tersebut belum ditetapkan oleh BSN. “Melalui aturan ini, kami berharap pelaku UMK dapat semakin maju, meningkatkan daya saing produk, dan menembus pasar ekspor. Produk lokal UMK Indonesia harus mampu bersaing di pasar global,” pungkas Wahyu.
Wahyu menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan penilaian kesesuaian untuk UMK, LSPro wajib memberikan sejumlah kemudahan kepada UMK. “Sebagai contoh, pelaksanaan sertifikasi awal dapat dilakukan secara daring (online). Begitu pula untuk kegiatan surveilen dan resertifikasi, dapat dilaksanakan dengan metode daring,” kata Wahyu.
Terkait pengambilan sampel dan pengujian, Wahyu mencontohkan untuk produk makanan dan minuman. Bila UMK telah memiliki hasil uji dari Badan POM dalam rangka pengurusan izin edar (MD), maka hasil uji tersebut dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan SNI—selama parameter uji sesuai.
Namun, jika belum memiliki hasil uji (uji tipe yang diterbitkan paling lama satu tahun sebelum pengajuan sertifikasi) maupun izin edar, maka LSPro akan melakukan pengambilan sampel dan pengujian terhadap parameter yang belum terpenuhi. Ia menegaskan, UMK yang dapat memanfaatkan kemudahan sertifikasi ini adalah yang telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
Selain NIB, pelaku usaha juga wajib memiliki paling tidak bukti tanda daftar merek. Tanpa dokumen merek tersebut, proses sertifikasi tidak dapat dilanjutkan.
Deputi Bidang Akreditasi BSN Wahyu Purbowasito menjelaskan, pengurangan jumlah personel pelaksana, waktu audit, maupun jumlah sampel dalam proses penilaian kesesuaian bukan merupakan bentuk efisiensi. Itu menjadi kewajiban LSPro untuk memberi kemudahan kepada pelaku UMK untuk memperoleh SNI dalam rangka mendorong mereka agar mampu bersaing dan naik kelas.
“Dalam pelaksanaannya, LSPro tetap menjaga kualitas proses sertifikasi, dengan memastikan aspek-aspek esensial tetap dipenuhi meskipun metode pelaksanaannya disesuaikan,” kata Wahyu.
Contohnya:
- Jumlah personel dan durasi audit bisa disesuaikan (dikurangi) tanpa menghilangkan substansi penilaian.
- Bila UMK sudah memiliki hasil uji dari BPOM (untuk pangan), maka hasil uji tersebut bisa digunakan dalam sertifikasi SNI selama masih berlaku dan parameter uji sesuai.
- Jumlah sampel yang diuji dapat disesuaikan secara proporsional, namun tetap mencukupi untuk mewakili produk dan memastikan pemenuhan terhadap persyaratan SNI.
“Penyesuaian ini tidak mengurangi jaminan terhadap kualitas produk, karena substansi pemenuhan persyaratan SNI tetap harus dipenuhi. Jadi, proses sertifikasi tetap akuntabel, tetapi lebih ramah bagi UMK,” lanjut Wahyu.
Mengenai data jumlah personel atau sampel secara spesifik, Wahyu menyebut bervariasi, tergantung jenis produk dan skema SNI-nya. Namun prinsip umumnya, setiap pengurangan tetap berdasarkan justifikasi teknis dan mempertahankan integritas proses sertifikasi.
Direktur Penguatan Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian (PPSPK) BSN Nur Hidayati menambahkan, BSN juga aktif memberikan fasilitasi dan pembinaan kepada UMK dalam proses penerapan SNI. “Dengan memperoleh sertifikasi SNI, UMK tidak hanya meningkatkan kualitas produknya, tetapi juga membuka jalan untuk naik kelas dan memperluas pasar, termasuk ke pasar ekspor. Inilah komitmen kami untuk mendorong UMK lebih kompetitif,” ujar Nur.
Tujuan kegiatan pembinaan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan pelaku usaha dalam menerapkan SNI. Pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk nasional di tingkat global.
Namun, bagi pelaku usaha—terutama usaha mikro kecil dan menengah—menerapkan SNI bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, diperlukan pendampingan dalam penerapan SNI agar mereka dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan secara bertahap dan berkelanjutan.
Program pembinaan UMK ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Dalam pelaksanaannya, pembinaan terhadap UMK tidak hanya dilakukan oleh BSN saja.
BSN juga menjalin kerja sama dengan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian lainnya, dan/atau pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha dan masyarakat dalam penerapan SNI.
Pada triwulan 1 tahun 2025, BSN telah melakukan pendampingan penerapan SNI kepada 46 UMK untuk pemenuhan persyaratan ekspor. Dari jumlah tersebut, terdapat 29 UKM binaan BSN yang sukses ekspor.
Upaya BSN dalam memberikan kemudahan sertifikasi, pembinaan, hingga pendampingan penerapan SNI merupakan wujud keberpihakan pemerintah terhadap UMK. Dengan berbagai langkah nyata dan kolaboratif, BSN berkomitmen untuk terus mendukung UMK agar dapat meningkatkan kualitas produk, memperluas pasar, serta berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun global.
(pry)