Selasa 03 Jun 2025 09:02 WIB

Suara yang Timbul dari Tepuk Tangan Ternyata Bukan dari Kulit, Terus dari Mana?

Kebanyakan orang mungkin berasumsi suara tepuk tangan berasal dari kulit yang beradu.

Orang-orang bertepuk tangan (ilustrasi). Penelitian memgungkap suara yang ditimbulkan saat tepuk tangan bukan berasal dari kulit.
Foto: Dok. Freepik
Orang-orang bertepuk tangan (ilustrasi). Penelitian memgungkap suara yang ditimbulkan saat tepuk tangan bukan berasal dari kulit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- 

Setiap kali bertepuk tangan, sebenarnya sedang terjadi sebuah "keajaiban" fisika yang telah membuat para ilmuwan penasaran selama puluhan tahun. Para peneliti dari Cornell University akhirnya berhasil mengungkap secara pasti bagaimana tepuk tangan manusia menghasilkan suara khasnya, dan ternyata jauh lebih canggih dari yang mungkin kita kira.

Baca Juga

Kebanyakan orang mungkin berasumsi suara tepuk tangan berasal dari kulit yang saling beradu, seperti dua potong daging yang saling menabrak. Namun, studi ini, yang dipublikasikan di Physical Review Research, mengungkapkan bahwa suara tepuk tangan itu sebenarnya bekerja layaknya sebuah instrumen musik mini yang tersembunyi di telapak tangan.

Ketika bertepuk tangan dengan posisi menangkup, kita sedang menciptakan apa yang oleh para ilmuwan disebut sebagai "resonator Helmholtz". Ini adalah prinsip yang sama yang menghasilkan suara ketika meniup melintasi lubang botol.

Setiap kali meniup di atas botol kosong dan mendengar nada rendah yang berongga itu, kita sedang mendemonstrasikan efek ini. Udara bergerak masuk dan keluar dari lubang botol yang sempit sementara rongga besar di dalamnya bertindak seperti pegas akustik.

Para ilmuwan telah mengetahui efek ini selama lebih dari 150 tahun, tetapi belum ada yang secara tepat mempelajari bagaimana hal ini berlaku pada tepuk tangan manusia sampai sekarang. Penelitian ini melibatkan sepuluh orang berusia antara 18 hingga 70 tahun yang melakukan berbagai jenis tepuk tangan, sementara peralatan merekam setiap detailnya menggunakan kamera berkecepatan tinggi, mikrofon sensitif, dan sensor tekanan.

Ketika tangan bertemu dalam posisi menangkup, mereka menjebak udara dalam ruang kecil di antara telapak tangan Anda. Celah antara ibu jari dan jari telunjuk Anda (yang disebut purlicue) bertindak sebagai leher sempit dari resonator. Saat tangan bertabrakan, udara yang terperangkap akan terkompresi dan menyembur keluar melalui celah ini seperti jet kecil, menciptakan suara tepuk tangan yang khas.

Menggunakan bedak bayi untuk membuat aliran udara terlihat, para ilmuwan bahkan dapat melihat jet udara yang menyembur keluar dari sela-sela tangan pada saat setiap tepukan. Jet ini bergerak dengan kecepatan antara 13 hingga 90 meter per detik, cukup cepat untuk diklasifikasikan sebagai aliran turbulen. Para peneliti menemukan bahwa jet udara memiliki angka Reynolds antara 8.000 dan 103.000, yang menunjukkan pola aliran turbulen.

Dilansir laman Study Finds pada Selasa (3/6/2025), para peneliti menyimpulkan bahwa suara tepuk tangan manusia dihasilkan bukan oleh getaran material padat pascatabrakan, bukan pula oleh turbulensi jet, melainkan oleh resonansi Helmholtz yang tereksitasi oleh kemunculan awal jet pada leher rongga yang dibentuk tangan.

Posisi tangan yang berbeda menciptakan pitch (tinggi rendah nada) yang berbeda, sama seperti botol dengan ukuran berbeda menghasilkan nada yang berbeda. Tangan yang menangkup menghasilkan suara yang lebih dalam karena mereka menciptakan rongga udara yang lebih besar, sementara tepukan telapak tangan yang rata menghasilkan frekuensi yang lebih tinggi. Tepukan telapak tangan ke jari menghasilkan pitch tertinggi dari semuanya.

Tepuk tangan sebenarnya memainkan dua instrumen sekaligus. Di luar efek ruang udara utama, para peneliti menemukan bahwa alur di antara jari-jari juga dapat menghasilkan suara, bekerja seperti pipa organ kecil. Beberapa individu menghasilkan dua puncak frekuensi yang berbeda yakni satu puncak yang lebih rendah dan rentang band yang lebih luas, serta satu puncak yang lebih tinggi dan rentang band yang lebih sempit. Para peneliti menjelaskan bahwa puncak yang lebih rendah (<1000 Hz) dikaitkan dengan resonansi HR (Helmholtz Resonator), sementara puncak yang lebih tinggi (>1000 Hz) dikaitkan dengan emisi suara dari alur jari ketika jari-jari bersentuhan dengan tangan penerima.

Sifat material juga penting. Tangan yang lebih lembut menciptakan suara yang berbeda dari tangan yang lebih kaku, bukan karena perubahan pitch, melainkan karena seberapa cepat suara memudar. Jaringan yang lebih lembut menyerap lebih banyak energi akustik, membuat tepukan terdengar lebih teredam dan singkat.

Kecepatan memengaruhi volume dengan cara yang dapat diprediksi. Semakin cepat Anda bertepuk tangan, semakin tinggi tekanan yang terbentuk di rongga telapak tangan Anda, dan semakin keras suara yang dihasilkan. Para peneliti menetapkan hubungan skala kuadratik antara tekanan gauge rongga tangan dan kecepatan tepuk tangan.

Para ilmuwan menguji teori mereka menggunakan simulasi komputer dan mengonfirmasi bahwa model resonator mereka dapat secara akurat memprediksi frekuensi tepuk tangan. Mereka bahkan dapat merancang tangan buatan dengan ukuran rongga dan bukaan leher tertentu untuk menghasilkan tepukan pada pitch yang telah ditentukan.

Penemuan ini memiliki aplikasi praktis di luar memuaskan rasa ingin tahu ilmiah. "Ini adalah sesuatu yang sangat umum, tetapi tidak begitu dipahami. Kita bertepuk tangan sepanjang waktu, tetapi kita belum memikirkannya secara mendalam. Itulah inti dari penelitian ini, untuk menjelaskan dunia dengan pengetahuan dan pemahaman yang lebih dalam," ujar seorang mahasiswa doktoral di Cornell University dan penulis utama studi ini, Yicong Fu.

Mungkin yang paling luar biasa, studi ini mengungkapkan bahwa manusia telah secara tidak sadar menciptakan instrumen akustik yang canggih dengan tubuh mereka selama ribuan tahun. Setiap kali kita memuji sebuah pertunjukan atau merayakan kemenangan, kita mendemonstrasikan prinsip-prinsip dinamika fluida dan fisika akustik yang membutuhkan waktu puluhan tahun bagi para ilmuwan untuk memahaminya sepenuhnya.

"Ini adalah ilmu di balik kehidupan kita sehari-hari," kata Guoqin Liu, seorang peneliti pascasarjana yang bekerja pada studi ini.

"Setiap orang menggunakan tepuk tangan, tetapi pada saat yang sama, menarik bahwa tepukan setiap orang memiliki suara yang berbeda, frekuensi yang berbeda, dan resonansi yang berbeda. Kita semua bertepuk tangan, kadang-kadang setiap hari. Tetapi memahami ilmu di baliknya adalah sesuatu yang baru, dan itulah yang kami coba lakukan," kata dia lagi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement