REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) akan melakukan rights issue sebesar Rp 1 triliun pada September 2025. Dana ini disiapkan untuk mendukung proses pemisahan unit usaha syariah (UUS) BTN Syariah serta penggabungannya dengan PT Bank Victoria Syariah (BVS).
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menyampaikan BTN Syariah telah memiliki modal awal sekitar Rp 3,5 triliun hingga Rp 4 triliun, tergantung transaksi antara perusahaan anak dan induk. BTN juga telah resmi mengakuisisi BVS senilai Rp 1,5 triliun. Akuisisi ini menjadikan BVS sebagai perusahaan cangkang yang akan digunakan BTN untuk menampung UUS syariah.
Nixon menjelaskan akuisisi dilakukan dengan pendekatan clean base, yakni tanpa membawa aset pembiayaan dan dana pihak ketiga. Yang tersisa dalam BVS hanya Surat Berharga Negara (SBN) dan ekuitas. “Kalau proses pengecekan kredit kan lama. Sehingga ini mempermudah kami untuk pengecekannya,” ujar Nixon saat konferensi pers di Menara BTN, Kamis (5/6/2025).
Dengan tambahan rights issue, total modal BTN Syariah akan mencapai sekitar Rp 6 triliun. Nixon menjelaskan, angka ini diperlukan untuk memenuhi ketentuan Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) 2 dan menjaga rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) setara dengan BTN induk.
“Kenapa total Rp 6 triliun? Karena untuk memenuhi, pertama, kategori KBMI 2. Kedua, agar CAR-nya mirip dengan kondisi BTN hari ini, yaitu sekitar 18–19 persen. Supaya bisa langsung ekspansi,” jelasnya.
Ia menambahkan, nilai aset yang akan dilepas dalam proses spin-off BTN Syariah cukup besar, yaitu sekitar Rp 61 triliun. Jumlah itu diperkirakan meningkat menjadi Rp 65 triliun hingga Rp 67 triliun pada Oktober atau November 2025.
Nixon berharap BTN Syariah ke depan dapat menjadi bank syariah terbesar kedua di Indonesia setelah PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI). BTN menargetkan seluruh proses spin-off rampung pada Oktober atau November tahun ini.