REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Tanah Air masih terkendala minimnya modal. Padahal, menurut Ketua Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbidindo) Jabodetabek, Cahyo Kartiko, modal amat diperlukan BPRS terutama untuk pengembangan sumber daya manusi (SDM), infrastruktur serta teknologi informasi.
“Hingga kini masih banyak BPRS yang susah berkembang,” kata Direktur BPRS Al Saalam ini pada Republika usai mempublikasikan penyelenggaran Seminar Nasional Pengkajian dan Pengembangan Model Bisnis BPRS Juni 2011, Selasa (31/5). Banyaknya investor yang belum berminat pada BPRS menjadi salah satu penyebab.
Karenanya, ke depan, ia mengharapkan Bank Indonesia (BI) sebagai regulator mampu melakukan pengaturan pasar. Hal ini dilakukan untuk menata bisnis perbankan di lapangan, terutama antara BPRS dan bank umum yang besar.
Ia berujar adanya aturan dari BI, yang membuat bank-bank besar menggunakan pola saling menghidupi dengan BPRS menjadi amat penting muncul. “Dengan pengaturan yang jelas, hal ini bisa membuat investor kembali tertarik untuk berinvestasi dan memajukan BPRS,” jelasnya.
Menurutnya, pola unit link yang selama ini terjalin antara BPRS dan bank umum cenderung lebih mengarah seperti debitur dan kreditur saja. Cahyo mengatakan pihaknya menginginkan adanya pengembangan hubungan di luar ini, seperti kerja sama dalam pengembangan SDM dan distribusi channel.
“Kini tantangan yang dihadapi BPRS semakin berat,” ungkapnya. Untuk menjaga entitas BPRS ke depan, ia menilai, lembaga keuangan syariah ini harus mendapat dukungan penuh, tak hanya dari pelaku BPRS, tapi juga bank sentral dan masyarakat.