Senin 09 Jan 2012 14:34 WIB

BI Mulai Awasi Perhitungan Risiko Investasi dan Imbal Hasil

Rep: Nur Aini/ Red: Chairul Akhmad
Bank Syariah/Ilustrasi
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Bank Syariah/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mulai mengawasi perhitungan manajemen dua risiko tambahan di bank syariah, yakni risiko investasi (equity of investment risk) dan risiko imbal hasil (rate of return risk). Meski belum diperhitungkan dalam penilaian risiko (risk profile), bank syariah diminta menghitung berapa modal untuk pengelolaan kedua risiko tersebut.

Kedua risiko itu telah diterbitkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Menurut Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Mulya Effendi Siregar, bank syariah harus menghitung berapa dana yang harus dicadangkan dalam modal. “Tapi, dana itu belum dimasukkan dalam perhitungan capital adequacy ratio (rasio kecukupan modal), “ ujar dia, Senin (9/1).

Perhitungan tersebut harus dilakukan agar bank syariah dapat berlatih mengelola risiko investasi dan imbal hasil. BI secara bertahap akan memasukkan perhitungan kedua risiko tersebut ke dalam penilaian. Paling cepat, dalam tiga tahun ke depan, kedua risiko itu sudah masuk dalam risk profile.

Pengawasan dari BI sebelum masuk ke risk profile akan memastikan bank syariah telah menghitung modal untuk mengelola risiko investasi dan imbal hasil. “Kita pastikan mereka sudah mulai menghitung, cuma tidak perlu sampai menyisihkan modal untuk meng-cover risiko itu, “ terang Mulya.

Ketua Tim Pengaturan Perbankan Syariah BI, Bambang Kiswono, mengatakan BI akan mendorong bank syariah supaya mewaspadai adanya dua risiko terlebih dahulu. Untuk pengelolaan risiko investasi, Bambang mengakui belum cukup mendesak bagi bank syariah. Equity investment risk merupakan pengelolaan risiko lantaran ada potensi dana bank hilang akibat debitor merugi.

“Itu prinsipnya untuk profit and lost sharing, sementara saat ini belum banyak produk bank syariah yang memakai prinsip profit and lost sharing, “ ujar dia.

Sementara risiko imbal hasil, dinilai Bambang sudah harus dikelola bank syariah. Rate of return risk merupakan potensi hilangnya dana pihak ketiga (DPK) lantaran imbal hasil simpanan di bank syariah fluktuatif. “Semestinya bank syariah saat ini sudah punya manajemen risiko untuk risiko imbal hasil ini," ujar dia.

Untuk membantu pengelolaan risiko imbal hasil di bank syariah, BI akan mengizinkan penerapan Profit Equalization Reserve (PER/dana cadangan). Penerapan PER ini masih menjadi pembahasan di working group antara BI, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI). “Kita mintakan fatwanya dulu ke DSN, “ ujar dia.

Dengan menerapkan PER, bank syariah tetap menarik bagi nasabah ketika imbal hasil rendah. Karena, bank dapat memberikan dana cadangannya ke nasabah. BI akan mengarahkan dana yang dipotong tersebut berasal dari keuntungan bank.

Bambang mengatakan pemotongan dana bank tersebut harus dilakukan setelah imbal hasil dibagikan ke nasabah. “Bukan dana nasabah yang dipotong," tegas dia. Dengan begitu, keunggulan bank syariah yakni mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi ketika penghasilan bank meningkat, dapat dipertahankan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement