Rabu 02 Jul 2025 17:21 WIB

GSP Terancam Dicabut, Produk Ekspor RI ke AS Bisa Kena Tarif Tinggi

Skema GSP sebelumnya pernah dihentikan oleh AS pada 2020.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Satria K Yudha
Siluet sejumlah anak bermain dengan latar belakang aktivitas bongkar muat peti kemas di New Priok Container Terminal One, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Siluet sejumlah anak bermain dengan latar belakang aktivitas bongkar muat peti kemas di New Priok Container Terminal One, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah Indonesia menyatakan masih menunggu keputusan Amerika Serikat terkait keberlanjutan fasilitas dagang Generalized System of Preferences (GSP). Jika skema ini dicabut, ribuan produk ekspor nasional terancam dikenai tarif lebih tinggi.

“Indonesia sudah memberikan second offer seperti yang saya sudah sampaikan dan second offer ini sudah diterima oleh USTR dan sudah di-review,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (2/7/2025).

Baca Juga

Tenggat negosiasi antara kedua negara ditetapkan pada 9 Juli 2025. GSP memungkinkan produk-produk seperti sepatu, pakaian, furnitur, dan barang rumah tangga masuk ke pasar Amerika tanpa bea masuk.

Jika fasilitas itu dihentikan, harga produk Indonesia bisa menjadi lebih mahal dibanding negara pesaing seperti Vietnam atau Bangladesh.

“Tentu Indonesia tinggal menunggu feedback, apakah masih ada feedback tambahan terkait dengan proses negosiasi yang ada. Dan saat sekarang, tim Indonesia stand by di  Washington,” ujar Airlangga.

Selama ini, sektor padat karya menjadi penerima manfaat utama GSP. Pabrik-pabrik di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten menggantungkan ekspor ke pasar AS. Jika bea masuk dinaikkan, pesanan bisa menurun dan berdampak langsung pada pekerja dan rumah tangga mereka.

Bagi konsumen, dampak tidak langsung bisa muncul dalam bentuk kenaikan harga produk rumah tangga atau potensi melimpahnya barang dari ekspor ke pasar lokal. Diketahui, negosiasi sempat tertahan karena fokus internal pemerintah AS pada pembahasan anggaran negara.

“Jadi tidak, kita tunggu saja bagaimana pemerintah Amerika merespons dan hari ini mereka sedang sibuk urusan budget, big budget. Jadi itu sampai tanggal 4. Jadi mungkin sesudah itu baru masalah tarif ini bisa terbahas lagi,” ungkapnya.

Airlangga menegaskan, pemerintah akan terus mengedepankan jalur diplomasi dalam menghadapi negosiasi dagang dengan AS. Namun, jika GSP tak diperpanjang, Indonesia siap mencari alternatif.

Sebagai catatan, skema GSP sebelumnya pernah dihentikan oleh AS pada 2020 dan baru dipulihkan kembali secara terbatas. Kini, Indonesia berharap penguatan hubungan strategis bisa menjaga keberlanjutan fasilitas tersebut.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement