Senin 25 Aug 2025 14:43 WIB

Bos Eramet Ungkap Perubahan RKAB Jadi Tantangan Industri Nikel

Industri nikel menghadapi tantangan terkait perubahan penerbitan persetujuan RKAB.

Ilustrasi tambang nikel.
Foto: Republika.co.id
Ilustrasi tambang nikel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO Eramet Indonesia Jerome Baudelet mengatakan industri nikel menghadapi tantangan terkait perubahan sistem penerbitan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) mineral dan batu bara. Jika sebelumnya RKAB berlaku untuk masa produksi tiga tahun, kini aturan tersebut kembali diubah menjadi satu tahun.

“Beberapa saat yang lalu, aturan RKAB direvisi lagi ke satu tahun. Kami tentu menerimanya, tetapi ada kesulitan dalam perencanaan,” ucap Jerome dalam Eramet Journalist Class di Jakarta, Senin (18/8/2025).

Baca Juga

Ia menjelaskan, ketika RKAB diterbitkan untuk masa produksi tiga tahun, perusahaan dapat merencanakan pengembangan pertambangan untuk jangka panjang. Oleh karena itu, pengusaha menyambut baik ketika pemerintah menetapkan aturan RKAB tiga tahun. Namun, ketika aturan dikembalikan ke satu tahun, para pelaku usaha khawatir RKAB tahun berikutnya tidak sesuai dengan rencana awal.

“Terdapat kekhawatiran tahun selanjutnya, kami tidak akan mendapat persetujuan sesuai rencana awal,” ujar Jerome.

Selain perubahan RKAB, Jerome juga menyoroti tantangan lain, seperti peningkatan royalti tambang minerba dan fenomena overexpansion industri nikel di Indonesia. Ia menilai, kenaikan tarif royalti merupakan kebijakan baik untuk menambah penerimaan negara, namun diterapkan pada waktu yang tidak tepat.

“Peningkatan tarif diberlakukan ketika industri sedang terpuruk,” katanya.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta perusahaan tambang mengajukan RKAB baru pada Oktober 2025. Permintaan tersebut menyusul persetujuan antara Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dengan Komisi XII DPR mengenai perubahan sistem RKAB dari tiga tahun sekali menjadi setahun sekali.

Selain itu, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2025 tentang penyesuaian jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor minerba, yang akan berlaku mulai 26 April 2026.

Dalam implementasinya, penyesuaian tarif royalti menuai protes dari kalangan pengusaha, khususnya pelaku usaha nikel. Sebab, dalam aturan terbaru terdapat peningkatan signifikan. Misalnya, untuk komoditas bijih nikel, tarif yang sebelumnya tunggal sebesar 10 persen per ton dari harga (PP Nomor 26 Tahun 2022), kini menjadi multitarif dengan rentang 14–19 persen dari harga mineral acuan (HMA) sesuai PP Nomor 19 Tahun 2025.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali 'Imran ayat 159)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement