Senin 15 Sep 2025 11:50 WIB

PPATK Kantongi Data Aliran Uang Haram Perkara Kuota Haji

PPAT telah menyerahkan informasi yang dibutuhkan ke KPK terkait korupsi kuota haji

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana.
Foto: Antara//Galih Pradipta
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengusutan kasus korupsi kuota haji tahun 2024 di Kementerian Agama (Kemenag). PPATK mengklaim sudah mengirim data ke KPK mengenai aliran uang di perkara itu.

"Sejak awal tim kami dan KPK terus berkoordinasi, banyak data sudah kami sampaikan baik diminta maupun berdasarkan perkembangan analisis kami," kata Ketua PPATK Ivan Yustiavandana kepada wartawan dikutip pada Senin (15/9/2025).

Baca Juga

Walau demikian, Ivan belum memberikan penjelasan gamblang mengenai kucuran uang haram tersebut. Ivan pun bungkam soal jumlah rekening yang terdeteksi dan total nilai transaksinya.

"Untuk nama-nama bisa ditanyakan langsung ke KPK. Dari sisi PPATK, akan menelusuri aliran dana baik dari sisi PN, pihak swasta ataupun pihak terkait lainnya," ujar Ivan.

Ivan menegaskan kewenangan untuk merilis nama-nama tersebut berada di tangan KPK. Sehingga PPATK masih mengunci rapat informasi itu.

"Data berkembang terus, dari kami tidak bisa disampaikan," ujar Ivan.

Di sisi lain, KPK memastikan menggandeng PPATK guna membongkar perkara korupsi kuota haji.

Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan asosiasi yang mewakili perusahaan travel melobi Kemenag supaya memperoleh kuota yang lebih banyak bagi haji khusus. KPK mengendus lebih dari 100 travel haji dan umrah diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Tapi, KPK belum merinci ratusan agen travel itu.

KPK menyebut setiap travel memperoleh jumlah kuota haji khusus berbeda-beda. Hal itu didasarkan seberapa besar atau kecil travel itu. Dari kalkulasi awal, KPK mengklaim kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun lebih.

KPK sudah menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan meski tersangkanya belum diungkap. Penetapan tersangka merujuk pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali 'Imran ayat 159)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement