Rabu 01 Oct 2025 11:02 WIB

BNPT Sebut Radikalisasi Kini Menyusup Melalui Game Online, Baiat Dilakukan Secara Daring

Fenomena tersebut semakin mengkhawatirkan karena menyasar anak-anak dan remaja.

Kepala BNPT Komjen Eddy Hartono mengingatkan agar masyarakat mewaspadai radikalisasi yang kini menyusup melalui dunia gim daring (game online) yang menyasar remaja dan anak-anak.
Foto: BNPT
Kepala BNPT Komjen Eddy Hartono mengingatkan agar masyarakat mewaspadai radikalisasi yang kini menyusup melalui dunia gim daring (game online) yang menyasar remaja dan anak-anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengingatkan agar masyarakat mewaspadai radikalisasi yang kini menyusup melalui dunia gim daring (game online). Kepala BNPT Komjen Eddy Hartono mengatakan, fenomena tersebut semakin mengkhawatirkan karena menyasar anak-anak dan remaja, kelompok usia yang paling rentan terhadap paparan ideologi ekstrem.

"Sedikitnya 13 anak dari berbagai daerah di Indonesia telah terhubung melalui permainan daring Roblox, yang kemudian menjadi pintu masuk bagi jaringan simpatisan teroris," ucap Komjen Eddy, saat mengikuti Rapat Koordinasi Lintas Kementerian dan Lembaga Dalam Rangka Membahas Upaya Pencegahan Radikalisasi di Dunia Maya, di Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Baca Juga

Dari ruang permainan itu, lanjut Eddy, interaksi bergeser ke platform komunikasi tertutup, seperti Telegram dan WhatsApp. Menurut Eddy, proses indoktrinasi lebih intens berlangsung di 'ruang' tersebut.

Dengan demikian, ia menilai hal tersebut merupakan pola rekrutmen baru. Anak-anak tidak lagi hanya menjadi target propaganda di media sosial, tetapi juga dalam gim daring yang mereka mainkan sehari-hari, sehingga menjadi tantangan besar bagi semua pihak.

Eddy mengungkapkan fenomena serupa juga terjadi di berbagai negara. Pada 2024, seorang remaja 16 tahun di Singapura ditangkap karena membuat simulasi zona militer Afghanistan di Roblox. Disebutkan bahwa permainan itu menarik banyak pengikut sebelum kemudian dipindahkan ke grup tertutup untuk penyebaran ideologi radikal.

Di Amerika Serikat dan Jerman, sambung dia, gim daring juga dipakai untuk mengangkat isu kebencian, termasuk narasi Nazi, guna melawan pemerintah dan aparat. Dia pun berpendapat pola itu selaras dengan peringatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa ancaman terorisme global kini semakin adaptif.

"Meski pengaruh Al-Qaeda dan ISIS di Asia Tenggara menurun, faktor lokal seperti ketidakadilan sosial dan isu politik tetap memicu kerentanan radikalisasi," tuturnya.

Selain itu, ia menambahkan, penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk membuat konten propaganda memperparah situasi. Menurut dia, konten buatan mesin yang sulit dibedakan dari asli berpotensi menyesatkan, terutama bila terus diulang dan dianggap sebagai kebenaran.

Oleh karenanya, BNPT mendorong koordinasi lintas kementerian/lembaga untuk memperkuat literasi digital, meningkatkan pengawasan ruang siber, serta memberikan perlindungan khusus bagi anak-anak dan remaja.

“Kita semua, terutama para orang tua, harus mewaspadai ruang baru radikalisasi ini. Jangan sampai anak-anak kita justru belajar kebencian lewat permainan,” ungkap Eddy.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement