REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Aktivis Global Sumud Flotilla asal Amerika Serikat menyatakan bahwa ia dan aktivis lain mengalami perlakuan buruk dan penyiksaan psikologis selama berada di tahanan Israel. David Adler, salah satu aktivis mengatakan mereka dibawa ke kompleks penjara di Gurun Negev, selatan Israel.
“Kami diculik, digunduli, diborgol, ditutup matanya, dan dikirim ke kamp interniran dengan van polisi tanpa akses ke makanan, air, maupun bantuan hukum,” ujarnya.
“Dan selama lima hari berikutnya, secara bergantian, kami disiksa secara psikologis.”
Dalam pesan audio yang dilansir dari Aljazirah, Adler mengatakan bahwa dirinya dan satu aktivis Yahudi lain dipisahkan. Mereka dipaksa untuk difoto bersama Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir.
“Setelah dicegat, kami dipaksa berlutut dalam posisi tunduk. Dua aktivis Yahudi dari flotilla dipisahkan dari kelompok untuk difoto dengan Ben-Gvir, menatap bendera Israel sambil diejek oleh anak buahnya,” kata Adler.
Ia menggambarkan pengalamannya di tahanan sebagai mimpi buruk lima hari berisi pelanggaran berulang dan sistematis terhadap hak-hak dasar.
Adler, yang menjabat sebagai koordinator umum Progressive International, menambahkan bahwa pasukan anti-huru-hara akan merazia penjara dengan anjing penyerang di malam hari. Hal ini dilakukan untuk menakuti dan meneror para tahanan.
Kesaksian ini menambah tuduhan perlakuan buruk terhadap para aktivis flotilla, termasuk aktivis iklim Greta Thunberg. Global Sumud Flotilla, aksi kemanusiaan yang terdiri dari lebih dari 40 kapal dan 470 orang dari berbagai negara, Aksi ini bertujuan untuk mematahkan blokade Israel terhadap Gaza, yang memicu krisis kelaparan mematikan di wilayah tersebut.
View this post on Instagram