REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengirim barang lewat drone sudah banyak dilirik oleh penyedia jasa ekspedisi ataupun situs daring di mancanegara. Hingga saat ini ada sekitar 1 juta drone yang terdaftar di Amerika Serikat (AS).
Sebagian besar didominasi drone yang digunakan untuk bersenang-senang. Akan tetapi, daftar drone yang dimanfaatkan untuk tujuan komersial terus mengalami pertumbuhan.
Amazon, UPS, Google, dan HDL merupakan sederet korporasi yang sudah mengeksplorasi penggunaan drone untuk pengiriman barang. Baru-baru ini, tim peneliti dari Lawrence Livermore National Laboratory, Carnegie Mellon University, SRI International, dan University of Colorado mengungkap fakta menarik.
Dari hasil penelitiannya, ditemukan bahwa pengiriman barang melalui drone dapat menekan emisi gas rumah kaca daripada jika dikirim lewat jalur darat. Sebagaimana diketahui, pengiriman barang selalu menggunakan moda transportasi truk yang memunculkan polusi. Hasil tersebut diperoleh setelah tim peneliti menguji coba drone tipe quadcopter dan octocopter.
Drone dapat menekan pembuangan gas rumah kaca dengan catatan barang yang dikirim tidak terlalu berat. Makin berat barang yang diangkut, makin banyak pula energi yang dibutuhkan untuk menerbangkan drone. Drone quadcopter mampu mengangkut barang hingga seberat 0,5 kilogram. Sedangkan, drone octocopter sanggup diberi beban hingga delapan kilogram. Masing-masing drone dapat terbang dengan jarak tempuh empat kilometer.
Drone-drone tersebut digerakkan oleh baterai litium karena sebagian besar drone memang menggunakan sumber energi itu. Kendati memerlukan banyak pasokan energi agar drone tetap dapat terbang, drone listrik butuh lebih sedikit energi per milnya jika dibandingkan truk pengangkut barang yang berbahan bakar diesel.
Di AS, satu truk rata-rata mengeluarkan satu kilogram gas rumah kaca. Dari hasil percobaan di California, drone hanya menghasilkan pembuangan setara 0,42 kilogram gas rumah kaca. Ini artinya, penggunaan drone dapat menekan emisi gas rumah kaca hingga 54 persen.
Namun, di sisi lain, penggunaan truk dinilai lebih efisien karena dapat memuat banyak barang dalam sekali angkut. Emisi truk pada akhirnya bergantung pada bahan bakar apa yang digunakan, apakah itu diesel, gas alam, listrik, atau bensin. Sebagai gambaran, satu galon diesel akan menciptakan 10 kilogram karbon dioksida, dilansir laman Dailymail.