Senin 22 Apr 2019 09:32 WIB

Mengelabui Fitur Face Recognition Demi Jaga Privasi

Ada kalanya orang biasa pun perlu mengelabui fitur face recognition.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Reiny Dwinanda
Teknologi pengenal wajah.
Foto: Engadget
Teknologi pengenal wajah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dahulu, fitur face recognition atau pengenal wajah hanya dpakai oleh penegak hukum dan militer. Belakangan, teknologi tersebut sudah jamak ditemui di berbagai gawai.

Teknologi pengenal wajah marak digunakan untuk membuka kunci ponsel atau menandai orang dalam sebuah foto. Keberadaannya memang memudahkan, namun juga membuat privasi semakin berkurang.

Untuk tetap memberi jarak dengan kehebatan teknologi yang sudah menjalar itu, agen intelijen memberikan sedikit bocoran.

"Saya pikir untuk mengalahkannya, dari hasil pengamatan saya, ini tak ubahnya memakai kacamata hitam ukuran besar yang dapat menyamarkan mata dan alis," kata agen rahasia tersebut, dikutip dari Express, Senin (22/4).

Menurut agen rahasia itu, fitur pengenal wajah bekerja dengan algoritma yang membentuk berbagai aspek wajah. Dengan teori itu maka mengubah panjang alis, jarak antara mata, jarak antara mulut dan mata bisa membantu mengelabuinya.

"Jadi lakukan apa pun yang mengubah penampilan Anda agar tidak terbaca oleh algoritma," ujar mata-mata itu.

Ia merekomendasikan memperpendek atau membuatnya lebih lebat untuk menyulitkan teknologi pengenal wajah melanggar privasi orang. Selain itu, pose tampak samping juga akan membuat pembacaan wajah akan lebih rumit untuk dilakukan.

Namun, mengapa anggota masyarakat perlu mengakali teknologi? Agen rahasia yang tengah menyamar itu menyatakan orang biasa juga perlu menjaga privasinya.

"Teknologi ini luar biasa, namun, saya tidak berpikir semua orang menyadari betapa banyak informasi yang mereka berikan, dan apa yang dilakukan dengan itu," kata agen itu memperingatkan.

Dengan kondisi saat ini, keamanan data pun masih sangat rentan. Ketika pengenal wajah telah memiliki data seseorang, maka ada kemungkinan besar bisa disalahgunakan untuk kebutuhan tertentu tanpa pengetahuan pemiliknya.

"Jika Anda kembali ke hal-hal seperti WikiLeaks, tampaknya ada segala macam pelanggaran keamanan, jadi mungkin itu adalah kemungkinan," katanya.

Terlebih lagi keberadaan Dark Web pun menjadi wadah yang bisa menemukan banyak identitas seseorang. Mendapatkan informasi identitas seseorang memang masih sulit dilakukan, namun, justru ini menjadi peluang untuk menjualbelikannya di sana.

"Jadi, saya kira berpotensi apa pun yang rentan diserang dan diambil. Saya kira di mana pun informasi ini disimpan, itu bisa disalahgunakan. Setelah Anda memberikan informasi, itu bukan?" ujar agen tersebut.

Apa yang perlu dilakukan untuk menjaga identitas itu, termasuk wajah? Apa masyarakat perlu selalu menutupi wajah mereka?

"Itu tergantung pada apa yang Anda pikirkan tentang privasi Anda. Beberapa orang tidak keberatan memiliki foto mereka di semua tempat. Beberapa orang tidak keberatan berbagi semua jenis informasi. Beberapa orang sangat khusus tentang apa yang mereka bagikan," kata agen itu.

Setiap orang memiliki pandangan masing-masing tentang membagikan data pribadi di publik. Banyak yang menganggap menaruh banyak profil diri tidak menjadi masalah, sedangkan beberapa lainnya merasa itu berlebihan dan bisa menjadi sebuah ancaman yang perlu diwaspadai.

Agen rahasia itu mengingatkan bahwa kehati-hatian sangatlah penting, terlebih lagi penyalagunaan data masih ditemukan. "Kurasa, itu kembali ke motivasimu untuk privasi. Beberapa orang hanya berpikir itu harus bersifat pribadi. Beberapa orang perlu bersikap lebih tertutup," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement