REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Selama kuartal kedua tahun ini jumlah malware yang menyasar perbankan online di Indonesia naik 224 persen dibanding kuartal pertama, menurut catatan perusahaan software keamanan Trend Micro.
Selain tingginya angka cybercrime, dilaporkan pula bahwa Indonesia menduduki peringkat pertama di kawasan Asia Tenggara sebagai negara dengan angka aktivitas botnet tertinggi, yakni 59 persen dari total koneksi botnet yang terdetek di kawasan itu, kata Trend Micro.
Pada kuartal kedua, Trend Micro juga mencatat adanya ancaman yang menggunakan Bahasa Indonesia, salah satu contoh munculnya tweet berbahaya yang menumpang isu kecelakaan pesawat MH17, mengelabuhi pengguna dan membuat mereka terperangkap sehingga secara tidak sadar mereka diarahkan ke domain-domain berbahaya mengandung malware.
Contoh lain adalah VOBFUS, worm berbahasa Indonesia yang mampu menggandakan diri dan menginfeksi removable drives lalu mengunduh walware berbahaya lainnya, seperti FAKEAV, secara otomatis.
Kejadian-kejadian tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia telah menjadi sasaran empuk bagi para penjahat cyber atau cybercriminal, kata Trend Micro.
"Perusahaan harus menempatkan keamanan informasi perusahaan di posisi yang sangat penting dalam kerangka strategi bisnis jangka panjang, bukan lagi hanya sekadar menjadikannya sebagai isu keamanan yang harus ditanggulangi," kata Rik Ferguson, Global VP of Security Research di Trend Micro.
Sementara Dhanya Takkar, Managing Director SEA & India, Trend Micro, mengatakan bahwa mamasuki era IoT (Internet of Thing), isu-isu terkait ancaman keamanan dan privasi informasi semakin mengemuka.
"Meningkatnya pengadopsian teknologi berbasis cloud memperlebar peluang bagi para penjahat cyber atau cybercriminal untuk beraksi akibat begitu dalamnya penetrasi teknologi di segala aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, perspektif pengguna dalam hal pertahanan keamanan terkait pemanfaatan teknologi perlu ditingkatkan,” katanya.