REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA— Pengguna internet di tahun 2015 lebih mementingkan kualitas dan keamanan jaringan internet.
“Jadi mereka menginginkan layanan internet bukan sekedar akses saja, tapi lebih dari itu. Jaringan internet harus lebih berkualitas dan secure,” ujar Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Sammy Pangerapan, Senin (5/1).
Sammy menakarnya dari keberadaan aplikasi yang mampu memverifikasi benar atau tidaknya sebuah website, email atau akun lainnya. Begitu juga seiring dengan semakin meningkatnya transaksi e-commerce dan pengguna tidak menginginkan lagi adanya email sampah (spam), akun aspal atau website yang juga aspal.
“Tuntutan lainnya, mereka menginginkan adanya national single payment untuk transaksi e-commerce dimana tahun 2014 belum direalisasikan. Lagi-lagi masalah secure jaringan akan mendominasi di tahun 2015,” ujarnya.
Terkait kesiapan para operator, Sammy melihat bahwa masing-masing operator telekomunikasi sudah mengantisipasinya. Mulai dari meningkatkan layanan, memperbaiki jaringan yang dimilikinya hingga meluncurkan akses cepat berupa 4G LTE.
Di sisi lain, operator juga menunggu langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk membenahi infrastruktur telekomunikasi.
Bahkan, Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Setyanto P. Santosa sempat mengatakan pemerintah harus membenahi infrastruktur telekomunikasi untuk menopang sistem e-government. Tanpa kecepatan yang memadai, cita-cita penerapan sistem online ini seperti mimpi di siang bolong.
Pembenahan ini menjadi penting mengingat di akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuat cetak biru demi mengembangkan internet yang anti lelet melalui Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2014 tentang Rencana Pita Lebar Indonesia 2014-2019.
Tidak tanggung-tanggung, melalui dokumen tersebut pemerintah menargetkan 30% populasi di perkotaan bisa menikmati Internet broadband pada 2019. Sementara di perdesaan, target penetrasi broadband hanya 6% saja.
Poin menarik lainnya, harga layanan broadband ini diharapkan bisa mencapai 5% dari total pendapatan per kapita. Ini tentu peluang yang menggiurkan bagi industri telekomunikasi.
“Bisa jadi ini merupakan salah satu warisan yang paling berharga untuk pembenahan infrastruktur telekomunikasi Indonesia ke depan,” pungkasnya.