Kamis 12 Nov 2015 10:27 WIB

Intip Rahasia 'Mesin Belajar' ‎Google

Rep: Agung Sasongko/ Red: Winda Destiana Putri
Google
Google

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kecerdasan buatan kerap digambarkan buruk, jahat, dan sadis. Kesan ini terpapar gamblang gaya sineas Hollywood. Benarkah demikian?

Secara khusus, Co Founder Google, Eric Schmidt memberi perhatian soal ini. Menurutnya, tidak benar apa yang disajikan sineas Hollywood terkait perkembangan teknologi kecerdasan buatan. Buktinya, sebagian besar produk hasil kecerdasan buatan membantu manusia menjalani rutinitasnya.

"Pada 20-30 tahun lagi Anda tidak bisa membayangkan seperti apa perkembangannya," kata Executive Chairman Alphabet ini kepada perwakilan media se-asia dan pasifik dalam press event The Magic In The Machine di Tokyo, Jepang, Senin (11/11).

Pada helatan tersebut, Google unjuk kemampuan dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan atau dalam bahasa yang familiar di dunia maya, Machine Learning. Sebagai cabang dari kecerdasan buatan, Machine Learning mengadopsi sejumlah kemampuan yang dimiliki manusia yakni belajar dari lingkungannya.

Mekanis pembelajaran Machine Learning ini memang berbau sains yang mungkin sulit dipahami awam. Namun, bila mengacu pada mekanisme bagaimana otak manusia bekerja, Machine Learning setidaknya mulai mendekati itu. Ada tiga titik krusial dalam pengembangan yang dikedepankan Machine Learning yakni data, model, dan komputer.

"Ketiga elemen ini membuat Machine Learning mengenal lingkungan sehingga mampu memberikan prediksi. Cara bekerjanya sangat berjenjang dan mengalami pengulangan melalui data-data yang berkembang," papar Senior Research Scientist Google, Greg Corrado.

Sebagai gambaran, Google mengembangkan Machine Learning bernama Google Photos. Pada era terdahulu, pencarian foto terbilang sulit. Batas pencariannya cenderung umum tidak spesifik. Misalnya, ketika Anda tengah mencari kata kucing misalnya, akan ada ribuan foto tampil tanpa kategorisasi dan identifikasi. Kedua item ini yang kemudian menjadi andalan Google dalam pengembangan aplikasi tersebut.

"Kami crawl Web mencari image yang disebut kucing. Lalu kami akan memahami dan belajar, oh ini lho kucing, dan ini lho buldog," kata dia.

Product Manager Google Photos, Chris Perry menambahkan, ada sebagian orang memiliki cara mengabadikan momen dengan menaruh catatan kaki di balik foto. Dengan akses terhadap teknologi kamera dan percetakan foto membuat semakin banyak foto yang harus diberikan catatan kaki.

"Sekarang hal itu tidak perlu dilakukan," kata dia.

Melalui machine learning yang disematkan pada Google Photo, pengguna bisa mengkategorisasi dan identifikasi foto sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya, pengguna ingin mencari tahu sejarah kota Las Vegas tahun 60-an, maka akan tampak beragam foto di tahun tersebut. Tidak tercampur dengan foto modern. kemudian bagaimana Las Vegas di era sekarang ini.  Jadi, seperti halnya manusia, Machine Learning juga terus belajar guna menjawab kebutuhan penggunanya.

Meski demikian, Eric Schmidt mengakui pengembangan Google Photo merupakan hal impresif yang telah dilakukan Perusahan yang bermarkas di Mountain View, California tersebut. Menurutnya, tidak ada yang tahu seperti apa perkembangan Machine Learning di masa depan.

Analoginya, manusia mulai menulis dari secarik kertas lalu berkembang menjadi digital. "Anda bisa menikmati memori melalui pencarian ini. Ketika komputer bisa mencari foto seperti yang Anda lakukan, itu wow," kata dia.

Schmidt optimistis, Machine Learning akan membawa perubahan pada modernisasi peradaban manusia. Akan banyak manfaat besar dari pengembangan yang dilakukan seperti mencari solusi masalah pendidikan, perbankan, dan pekerjaan. "Hidup menjadi lebih bahagia, kehidupan yang layak anak-anak, juga mungkin saja mencegah epidemi penyakit seperti polio," kata dia.

Investasi

Google tak sendirian mengembangkan Machine Learning. Sejumlah perusahan teknologi lain juga berinvestasi. Sebut saja microsoft. Google pun gerak cepat soal pengembangannya. Pada Senin dini hari, mereka merilis Tensor Flow.

"Semalam, Google merilis Tensor Flow, kami pikir ini merupakan langkah penting dalam pengembangan open source machine learning," kata Greg. Melalui aplikasi ini, Google mempersilahkan developer manapun mengembangkan Machine Learning untuk bidang apapun.

Tensor Flow juga pengembangan Machine Learning yang paling baru. Google mengklaim, teknologi ini membuat mesin mampu menganalisa data lebih cepat. Misalnya, melalui teknologi ini pula, Anda bisa menyisir spam Gmail secara otomatis.

"Sistem akan belajar dengan sendirinya," kata dia.

Eric Schmidt menambahkan, Tensor Flow merupakan langkah strategis dalam mendorong teknologi Machine Learning. Dengan cara tersebut akan banyak pembuat aplikasi yang sama-sama memakai dan mengembangkannya.

"Ini hal baru akan lebih bermanfaat kalau ada orang yang menggunakan dan memanfaatkannya," kata dia.

Menurutnya, langkah Google ini akan diikuti pesaing atau bahkan pesaing juga menggunakan Tensor Flow, Intinya, Google akan mendapatkan keuntungan jika industri bertambah cerdas. Ini karena, Machine Learning akan terus berkembang lebih baik. "Kami juga akan mendapatkan banyak pengetahuan dan penemuan baru," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement