REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Google dilaporkan telah membeli data kartu kredit Mastercard di Amerika Serikat untuk membantu melacak belanja offline pengguna di toko-toko. Hal tersebut berdasarkan laporan Bloomberg meski keduanya belum membuat pernyataan publik
Hanya saja Mastercard menolak saran bahwa datanya dapat digunakan untuk mengidentifikasi pembelian yang tepat. Open Rights Group mengatakan kepada BBC sifat kerahasiaan dari kesepakatan itu mengangkat masalah privasi.
"Ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai penggunaan data keuangan swasta," kata Direktur Hukum Myles Jackman, dilansir dari laman BBC, Sabtu (1/9). Ia mempertanyakan terkait kemungkinan Mastercard memberi kompensasi kepada klien mereka atas data yang mereka berikan kepada Google untuk keuntungan finansial mereka sendiri?", lanjutnya.
Google mengatakan semua data dianonimkan dan bahwa pengguna dapat memilih keluar dari pelacakan iklan dengan mematikan kontrol aktivitas web, dan aplikasi. Ini menguji layanan untuk pembeli iklan di AS yang menunjukkan bagaimana pengaruh iklan digital dalam belanja toko.
Di situs webnya, firma mengklaim bahwa pengiklan yang memenuhi syarat untuk menggunakan layanan "manajemen penjualan toko" dapat melihat apakah klik iklan atau tampilan video menghasilkan pembelian di toko dalam 30 hari. Google mengatakan layanan itu adalah produk uji di AS dan hanya tersedia untuk pembeli iklan tertentu.
"Sebelum kami meluncurkan beta produk tahun lalu, kami bangun yang baru, double-Blind teknologi enkripsi yang mencegah keduanya Google dan mitra kami dari melihat kami masing-masing pengguna informasi pribadi," perusahaan mengatakan dalam sebuah pernyataan.