REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Facebook terus mendapat tekanan untuk melarang iklan politik di platform layanan jejaring sosial itu, menjelang pemilihan umum di Inggris yang akan berlangsung pada Desember. Permintaan ini secara luas datang, setelah media sosial Twitter memutuskan untuk menerapkan larangan semacam ini.
Sebelumnya, CEO Twitter Jack Dorsey menegaskan bahwa langkah itu ditujukan sebagai upaya melindungi publik. Ia juga mengatakan bahwa iklan di internet dapat berpengaruh sangat kuat dan efektif, khususnya bagi mereka pengiklan komersial. Karenanya, hal itu membawa risiko yang signifikan dalam politik, di mana media sosial dapat digunakan untuk mempengaruhi suara yang kemudian berdampak pada kehidupan jutaan orang.
Dalam pernyataan tertulis, Dorsey mengatakan larangan iklan politik di Twitter tidak akan memperbaiki masalah yang lebih luas dengan ekosistem periklanan politik di seluruh platform media sosial. Meski demikian, ia tidak secara spesifik menyebutkan nama dari layanan jejaring sosial, khususnya Facebook.
“Kita membutuhkan peraturan mengenai iklan politik yang lebih berpandangan ke depan, namun sangat sulit untuk dilakukan. Persyaratan transparansi iklan mengalami kemajuan, tetapi tidak cukup. Internet menyediakan kemampuan yang sama sekali baru dan regulator perlu berpikir melewatinya untuk memastikan medan area yang seimbang,” ujar Dorsey dilansir The Independent, Jumat (1/11).
Twitter secara luas dipuji karena mengambil sikap menentang informasi yang salah dan dapat memanipulasi pemilih, meski banyak yang menunjukkan iklan politik lebih sering ditemukan di Facebook. Hingga saat ini, perusahaan layanan jejaring sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg itu belum memberi komentar apakah akan memberlakukan larangan iklan politik.
Meski demikian, Facebook secara konsisten mengklaim mengatasi masalah tersebut dengan cara yang berbeda. Diantaranya adalah dengan mendapatkan ulasan dari banyak orang, serta teknolagi berbasis AI (kecerdasan buatan) yang dikombinasikan untuk membasmi kejahatan atau iklan politik yang menyesatkan.
Zuckerberg dalam sebuah pernyataan juga mengklaim bahwa iklan di Facebook sudah lebih transparan daripada lainnya. Ia menambahkan bahwa tidak tepat bagi perusahaan swasta untuk melarang politikus dan berita yang beredar.
Yuval Ben-Itzhak, kepala perusahaan pemasaran media sosial Socialbakers, memperingatkan bahwa masalah ini bukan tantangan teknis untuk Facebook, tetapi masalah etika. Menurutnya, Facebook beroperasi pada skala yang berbeda dengan Twitter.
“Melarang iklan politik di saluran digital memang terasa seperti mundur ke era media tradisional, jadi membatasi penargetan iklan politik sepertinya merupakan pilihan yang lebih baik untuk Facebook,” ujar Ben-Itzhak.
Sebelumnya, Open Knowledge Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang mempromosikan pembagian informasi gratis, menyerukan agar Facebook lebih terbuka dan transparan tentang penyebaran disinformasi di jejaring sosial. Ia juga menyebut keputusan Twitter yang sangat baik dan menjadi sinyal kuat ke raksasa media sosial lainnya.
“Ini akan menjadi cara yang cukup untuk mencegah penyebaran disinformasi dan berita palsu,” ujar Catherine Stihler, kepala eksekutif Open Knowledge Foundation.
Meski demikian, Stihler memperingatkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk mencegah kampanye disinformasi dari kesalahan pemilihan di Inggris pada Desember mendatang. Demikian dengan pemilihan yang akan berlangsung di seluruh Eropa dan pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada 2020.