Jumat 02 Sep 2016 18:35 WIB

Dosen ITS Rancang Stasiun Cuaca Apung di Laut

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ilham
 Prof Dr Ir Aulia Siti Aisjah MT
Foto: dok. Humas ITS
Prof Dr Ir Aulia Siti Aisjah MT

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dosen Jurusan Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Aulia Siti Aisjah, melakukan sejumlah penelitian untuk mendukung sektor matirim di Indonesia. Salah satunya, merancang stasiun cuaca apung di laut. Aulia akan dikukuhkan sebagai Guru Besar jurusan Teknik Fisika ITS pada Rabu (7/9).

Stasiun cuaca apung ini bermanfaat untuk memberikan peringatan dini bagi para nelayan yang akan melaut. Selain itu, akan bermanfaat untuk keperluan para pengguna transportasi sebagai penentu kelayakan pelayaran kapal penumpang antar pulau.

Alat ini memungkinkan nelayan memperoleh informasi tentang cuaca laut secara real time melalui SMS. “Selama ini sudah ada penelitian, tapi berbasis aplikasi dan website, sehingga tidak semua nelayan bisa menggunakannya,” jelasnya kepada wartawan di gedung Rektorat ITS, Jumat (2/9).

Alat yang dirancang Aulia bersama dosen Teknik Fisika ITS dan tim Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (LHI) ini harganya lebih murah dibandingkan dengan rancangan negara lain. Aulia mengatakan, selama ini, stasiun cuaca laut yang dipasang di Indonesia masih merupakan produk impor dengan harga miliaran rupiah. Stasiun cuaca laut antara lain dipasang di Selat Bali dan Selat Sunda.

“Sistem ini mengolah data untuk meramalkan kondisi laut, misalnya enam jam atau 12 jam yang akan datang, berapa tinggi gelombang laut, kecepatan angin, dan sebagainya, itu dikirim ke nelayan melalui pesan singkat,” ujar Aulia yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjamin Mutu, Pengelolaan dan Perlindungan Kekayaan Intelektual (LPMP2KI) ITS.

Ia menjelaskan, stasiun cuaca laut ini terdiri dari dua sistem yang terpisah, tetapi terhubung dengan jaringan komunikasi wireles. Sistem pertama berada di laut, sebuah bouy yang terpasang alat ukur sebanyak delapan sensor, yakni suhu udara, tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, ketinggian gelombang, arus laut dan GPS. Selain delapan sensor, terdapat panel surya untuk suplai daya sensor dan transmitter pengirim data.

Sistem kedua berada di darat, berupa server yang dilengkapi dengan penerima data dari stasiun laut, pemproses data, sistem prediktor yang menghasilkan peramalan cuaca laut untuk waktu yang akan datang. Selain itu, juga dilengkapi sistem rekomendasi untuk kelayakan pelayaran para nelayan, serta sistem pengirim data kepada para nelayan melalui pesan singkat.

“Alat ini bisa langsung diimplementasikan, harganya tidak terlalu mahal. Kalau untuk ketinggian empat meter harganya sekitar Rp 150 juta. Kalau ini diproduksi massal bisa diletakkan di pulau-pulau terpencil untuk membantu nelayan,” katanya.

Menurut dia, sistem tersebut akan terus dikembangkan, sehingga layak untuk diproduksi secara masal. Dalam penelitian tersebut, Aulia bertindak sebagai pembuat konsep yang bisa memprediksi data yang diterima untuk meramalkan kondisi laut di waktu yang akan datang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement