REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam (LIPI) akan mengonteskan sistem penahan laju awan panas di ajang Intel International Science and Engineering Fair (Intel ISEF) 2017 di Long Angeles, Amerika Serikat (AS).
Inovasi tersebut merupakan hasil penelitian dari pelajar SMAN 1 Yogyakarta, Azizah Dewi Suryaningsih yang menjadi juara I LKIR kategori ilmu bumi dan kelautan (earth and marine sciences) dengan penelitian Hutan Bambu: Sistem Penahan Laju Awan Panas Gunung Merapi.
"Penggunaan hutan bambu sebagai bendungan alami dari erupsi gunung api," kata Azizah di Kantor LIPI, Jakarta, Senin (8/5).
Penelitiannya berangkat dari hobinya naik gunung. Salah satu gunung yang pernah ia daki, yakni gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta. Ia kemudian menemukan kearifan lokal masyarakat yang mempercayai bambu dapat menjadi penanda adanya erupsi gunung Merapi. Ia kemudian ingin menggali lebih dalam lagi.
"Saya coba memadukan konsep sains dengan kearifan lokal dari sisi sosial," ujar dia.
Azizah melakukan beberapa metode simulasi perangkat lunak dan analisis lapangan. Ia melakukan kajian morfologi di gunung Kendil. Ia mengambil sampel tanah yang cocok untuk bambu dari sisi morfologi. Penanaman bambu natural, yakni bambu pentung.
Simulasi perangkat lunak menunjukkan bambu memungkinkan menjadi tanggul alami penahan laju awan panas. Bambu mampu menahan gaya dari material awan panas.
Selain itu penelitian menunjukkan, bambu dapat berfungsi sebagai early warning system atau sistem peringatan dini bagi masyarakat. Sebab, saat awan panas mendekati ekosistem bambu, maka akan terdengar bunyi plethek-pletek.