REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada pertemuan pertama, orang-orang akan bersikap sopan dan terlibat percakapan santai . Namun, lebih dari seribu percakapan santai dari seluruh dunia mengungkapkan orang-orang hampir tidak pernah mengatakan 'terima kasih' ketika dibantu.
Interaksi sosial yang diteliti menggunakan delapan bahasa berbeda di lima benua terpisah menyoroti keengganan global mengakui bantuan sepele, misalnya mengedarkan garam. Secara keseluruhan, orang-orang mengucapkan terima kasih hanya sekali dalam setiap 20 kesempatan.
Daripada mencerminkan perilaku, temuan mengatakan lebih banyak terkait tradisi linguistik. Di berbagai kebudayaan, kelompok masyarakat yang erat menganggap orang-orang akan bekerja sama satu sama lain sampai pada titik di mana ucapan terima kasih tidak diperlukan lagi.
“Dalam interaksi informal sehari-hari di seluruh dunia, norma umum adalah menanggapi perilaku kooperatif orang lain tanpa secara eksplisit mengucapkan terima kasih, tetapi hanya dengan melanjutkan kegiatan seseorang,” kata para ilmuwan dalam jurnal, Royal Society Open Science, seperti yang dikutip dari The Guardian, Kamis (24/5).
Dengan hasil itu, peneliti utama pada studi di University of Sidney, Nick Enfield mengatakan ini tidak berarti orang-orang pada umumnya kasar atau penutur bahasa Inggris tidak kasar daripada penutur bahasa lain.
“Kita seharusnya tidak mengaitkan perasaan bersyukur dengan tindakan mengekspresikannya,” ujar Enfield.
Dalam pengaturan yang lebih formal, seperti membeli makanan di toko, para ilmuwan percaya ungkapan terima kasih sepertinya jauh lebih umum. Saat penelitian, Bahasa Inggris muncul sebagai bahasa asing yang digunakan untuk mengucapkan terima kasih lebih sering dibanding bahasa lain.
Ungkapan ini muncul dalam 14,5 persen dari percakapan yang direkam. Ungkapan terima kasih dalam bahasa Italia muncul sebesar 13,5 persen, tetapi jauh lebih sedikit dalam bahasa Polandia dan Siwu. Yakni sebanyak dua persen dan 0,8 persen.