REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Klaustrum merupakan lapisan tipis berisi neuron yang terletak di sekitar neokorteks yang terhubung dengan beberapa bagian otak lain. Selama ini ilmuwan belum mengetahui secara pasti mengenai fungsi klaustrum yang sebenarnya.
Meski begitu, peneliti berhasil menemukan bahwa klaustrum memiliki kolerasi langsung dengan kesadaran seseorang. Hal ini diketahui setelah tim peneliti melakukan eksperimen terhadap klaustrum pasien partisipan.
Dalam eksperimen tersebut, tim peneliti merangsang klaustrum pada tiap-tiap partisipan. Saat hal itu dilakukan, para partisipan kehilangan kesadaran seketika. Ketika tim peneliti menghentikan rangsangan pada klaustrum, para partisipan kembali terbangun saat itu juga. Yang menarik dari eksperimen ini adalah, para partisipan sama sekali tidak sadar bahwa mereka sempat kehilangan kesadaran.
Sebagai tindak lanjut dari percobaan ini, tim peneliti melakukan penelitian lebih lanjut terhadap klaustrum tikus. Selama penelitian berlangsung, tim peneliti menemukan bahwa klaustrum pada tikus yang dianastesi kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dengan bagian lain dalam otak. Temuan ini mengindikasikan bahwa klaustrum dan kesadaran memiliki kaitan yang erat.
Seperti dilansir Inverse, saat ini memang tak semua hal mengenai klaustrum diketahui. Tapi setidaknya, penelitian berhasil mengambil satu langkah lebih maju dalam mengungkap misteri yang belum terpecahkan dari klaustrum.
Sebelumnya terkait otak, ilmuwan dari Australia meyakini ada kemungkinan manusia boleh jadi memiliki otak kedua. Lokasinya kemungkinan terletak pada saluran pencernaan.
Para ilmuwan dari Australia menemukan bahwa manusia memiliki otak kedua dan itu terletak di usus, saluran pencernaan dengan jutaan neuron. Disebut sistem saraf enterik (ENS), bagian ini mengontrol pergerakan otot di usus besar secara terpisah dari sistem saraf pusat, menurut laporan Uproxx.
Sistem saraf enterik melapisi saluran pencernaan dengan jaringan syaraf. Temuan ini mengidentifikasi pola aktivitas neuronal yang sebelumnya tidak diketahui dalam sistem saraf perifer. "Sampai studi baru ini, tidak ada yang tahu persis berapa besar populasi neuron di ENS yang menyebabkan kontraksi usus," kata Prof Nick Spencer dari Flinders University di Australia dalam siaran pers.
Neuron-neuron itu, menurutnya, berkoordinasi untuk membantu mendorong sampah alias kotoran agar keluar dari tubuh. Sebelumnya para ilmuwan menemukan otak kedua pada tikus, karenanya sekarang mereka percaya bahwa manusia juga memiliki otak kedua.
Menariknya, apa yang disebut "otak kedua" ini sebenarnya adalah otak pertama dan sangat mungkin dikembangkan sebelum sistem saraf pusat. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk membantu mengobati hal-hal seperti konstipasi dan sindrom iritasi usus. Para ilmuwan menemukan dengan tepat bagaimana semuanya bekerja.