REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para arkeolog sedang menguji kamp-kamp kuno yang ditemukan di dekat Sungai Yordan. Penelitian ini untuk melihat apakah mereka adalah orang-orang Israel yang dipimpin oleh Nabi Musa untuk dibebaskan dari perbudakan atau sering disebut exodus.
Reruntuhan kuno yang ditemukan ini dapat memecahkan misteri Alkitab tentang eksodus. Dilansir dari Daily Mail, Jumat (28/9), menurut kitab suci, Nabi Musa membebaskan Bani Israil dari perbudakan di Mesir dan memimpin mereka melalui padang gurun Sinai. Hal ini terjadi sebelum mereka menyeberangi Sungai Yordan ke tanah yang dijanjikan, Kanaan.
Namun, tidak ada dasar historis untuk legenda tersebut. Para ahli umumnya setuju orang Israel sebenarnya berasal dari Kanaan.
Ada beberapa pertanyaan tetap di sekitar legitimasi penelitian. Situs ini belum diberi tanggal, artinya tempat ini bisa dibangun ribuan tahun setelah perpindahan diusulkan.
Ribuan kelompok nomaden telah membangun pemukiman diseluruh Israel selama dua ribu tahun terakhir. Sehingga sangat tidak mungkin situs yang baru ditemukan itu dibangun oleh kerumunan yang terkait dengan Nabi Musa.
Di balik temuan ini, para arkeolog mengungkapkan hal itu tidak membuktikan bangsa Israel membuat perpindahan. Mereka menambahkan harus ada penelitian lebih lanjut diperlukan untuk kesimpulan ini.
“Kami belum membuktikan kamp-kamp ini berasal dari periode orang Israel awal. Tetapi itu mungkin,” kata David Ben-Shlomo, seorang arkeolog dari Univesritas Ariel.
“Jika memang demikian, ini mungkin cocok dengan kisah Alkitab tentang-orang-orang Israel yang datang dari timur Sungai Yordan, kemudian menyeberangi sungai itu dan memasuki daerah perbukitan Israel,” ujarnya lagi.
Arkeolog sekarang sedang menganalisis apakah reruntuhan bernama Khirbet el Mastarah ini konsisten dengan orang nomaden yang baru tiba. Para penelito percaya pecahan tembikar berasal dari Zaman Besi awal, sekitar waktu yang dikaitkan secara tradisional dikaitkan dengan kedatangan orang Israel. Meskipun mereka mengklaim tidak dapat memberikan tanggal secara ilmiah.
Renruntuhan tersebut berupa sejumlah dinding rendah dan diyakini sebagai pagar batu yang belum sempurna. Menurut Ben-Shlomo dan rekannya Ralp Hawkins dari Universitas Averett bisa menjelaskan mengapa pecahan tembikar di situs itu ditemukan di luar dinding batu.
Lantai struktur hampir kosong dari temuan sehingga mereka tidak bisa memberikan tanggal dengan metode arkeologi konvensional. Di pemukiman orang Badui, orang tinggal di tenda yang terbuat dari bahan yang mudah rusak dan direlokasi setiap musim, sehingga artefak tidak akan dikaitkan dengan arsitektur batu.
“Jadi strukturnya mungkin menampung hewan, bukan manusia yang tinggal di tenda di sekitar mereka,” katanya.
Situs ini juga lebih masuk akan sebagai pemukiman nomaden daripada pemukiman permanen. Suhu disana mencapai 45 derajat celcius dan curah hujan tahunan hanya satu sentimeter.
Selain itu, situs ini terisolasi dan terlindung bukit-bukit sekitar. Para arkeolog juga sedang bekerja mengkonfirmasi apakah situs itu sudah setua yang mereka perkirakan. Sebab daerah ini tidak pada penduduk dalam banyak periode.
“Ini mungkin menunjukkan fenomena baru seperti pengembara yang tiba-tiba menciptakan permukiman atau populasi baru,” ujar Ben-Shlomo.
Pun, arkeolog berencana menggali dekat Uja el-Foqa untuk menentukan apakah ada keterkaitan dengan pemukiman Israel di wilayah tersebut. Mereka juga menemukan sebuah tantangan sulit.
“Banyak aspek budaya material dari kelompok yang berbeda (katakanlah dari timur atau barat Sungai Yordan. Mungkin terlalu mirip atau tidak cukup mengindikasikan,” katanya.