Senin 14 Oct 2019 11:25 WIB

Ilmuwan Kembangkan Daging Buatan di Luar Angkasa

Daging atau protein buatan naik daun karena dianggap lebih ramah lingkungan.

Rep: Dian Erika N/ Red: Indira Rezkisari
Daging merah
Foto: flickr
Daging merah

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK-- Menciptakan daging dari sel bukan lagi bidang fiksi ilmiah. Seorang kosmonot Rusia melakukannya di Stasiun Luar Angkasa Internasional, sehingga hanya menunggu waktu sebelum produk-produk ini tiba di supermarket.

Dilansir dari Malay Mail, Senin (14/10), pengujian dilakukan di ruang angkasa pada September lalu. Beberapa produk yang dihasilkan yakni daging sapi, kelinci, dan jaringan ikan menggunakan printer 3D.

Baca Juga

Menurut Kepala start-up Israel Aleph Farms, Didier Toubia, teknologi baru ini memungkinkan perjalanan jangka panjang dan memperbaharui eksplorasi ruang angkasa. "Tapi tujuan kami adalah menjual daging di Bumi. Idenya bukan untuk menggantikan pertanian tradisional. Ini tentang menjadi alternatif yang lebih baik untuk pertanian pabrik," jelas Didier.

Sementara itu, seorang ilmuwan asal Belanda, Mark Post, merancang burger pertama yang menggunakan sel induk sapi. Pembuatan sejak 2013 ini telah dikembangkan oleh beberapa start-up dan sejak saat itu dibawa ke pasar khusus.  

Sebab, biaya produksi masih sangat tinggi, dan tidak ada produk yang tersedia untuk dijual. Nama produk daging masih diperdebatkan, apakah akan disebut daging laboratorium, daging buatan, daging berbasis sel, atau daging yang dibudidayakan.

Namun, uji rasa daging tersebut telah terjadi. Para pelaku industri mengandalkan komersialisasi skala kecil yang berlangsung cukup cepat.

"Kemungkinan besar tahun ini," ujar Josh Tetrick, kepala perusahaan JUST California, yang menanam daging dari sel, mengatakan pada sebuah konferensi di San Francisco.

Dia melanjutkan, produk ini tidak dijual di supermarket seperti Walmarts atau restoran cepat saji McDonald's. Produk daging buatan ini akan dijual untuk konsumsi di beberapa restoran.  

Di sisi lain, Niya Gupta, pendiri dan CEO Fork & Goode mengingatkan soal biaya produksi daging buatan itu. "Pertanyaannya adalah apa yang ingin Anda keluarkan dengan biaya berapa. Sebagai industri, kami akhirnya membuat kemajuan dalam sains. Langkah selanjutnya benar-benar membuat kemajuan pada tantangan teknik," jelasnya.

Diperkirakan,  kedatangan daging hasil buatan laboratorium di rak supermarket dengan harga wajar bisa terjadi dalam lima hingga 20 tahun. Tentu saja keinginan ini membutuhkan lebih banyak investasi, menurut beberapa pengamat.

Menurut The Good Food Institute, sebuah organisasi yang mempromosikan alternatif untuk daging dan ikan, sektor ini menarik total hanya 73 juta dolar Amerika Serikat pada 2018.  

Kendala lain adalah regulasi, yang tetap tidak tepat. Di Amerika Serikat, misalnya, pemerintah menggariskan kerangka peraturan yang berbagi pengawasan atas makanan berbasis sel antara Departemen Pertanian dan Administrasi Makanan dan Obat-obatan, tetapi belum difinalisasi.

Bagi pendukung produk ini, produk daging dan ikan berbasis sel dapat mengubah sistem produksi secara berkelanjutan dengan menghindari pemeliharaan dan pembunuhan hewan.

Namun, masih ada pertanyaan tentang dampak lingkungan nyata, khususnya dalam hal konsumsi energi, serta tentang keamanan.

"Tapi peluang pasar sangat besar, terutama untuk makanan laut," kata Lou Cooperhouse, CEO start-up BlueNalu.

Dia melanjutkan, permintaan global di dunia sangat tinggi untuk makanan laut. "Tetapi 'kami memiliki masalah pasokan' dengan penangkapan ikan yang berlebihan, perubahan iklim, dan pasokan yang sangat bervariasi, ditambah dengan 'masalah dengan pasokan itu sendiri' dengan misalnya, adanya merkuri dalam beberapa ikan. Bagaimana jika kita bisa menambahkan kaki ketiga pada rantai pasokan, tangkapan liar, peternakan, berbasis sel?," jelasnya.  

BlueNalu sendiri didirikan pada 2018 yang fokus mengembangkan platform teknologi yang dapat digunakan untuk merancang berbagai produk makanan laut, terutama filet ikan tanpa tulang atau kulit. Literatur ilmiah tentang sel punca, rekayasa biologi atau pencetakan jaringan organik sudah ada, kata kepala petugas teknologi BlueNalu, Chris Dammann.

"Kita perlu menyatukan teknologi dan mengoptimalkannya," kata Dammann.

Bangkitnya protein berbasis sel bukanlah sumber perhatian utama bagi pertanian tradisional.

"Ini adalah sesuatu yang perlu kita pantau," kata Scott Bennett, direktur hubungan kongres untuk organisasi Biro Pertanian, yang mewakili petani dan peternak.

Bennett mengatakan dia merasa energi kita akan jauh lebih baik dihabiskan dalam fokus (pada) peningkatan pangsa pasar keseluruhan untuk protein, terutama di negara-negara berkembang.“Beberapa orang karena alasan sosial ingin membeli produk ini. Tetapi akan selalu ada pasar untuk daging konvensional," katanya.

"Kami merasa tidak boleh disebut daging, karena kami tidak ingin membingungkan konsumen mengenai apa ini sebenarnya. Kami ingin memastikan labelnya sangat jelas, ”tambah Bennett.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement