REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Guru besar Universitas Andalas (Unand) Padang, Prof Maria Endo Mahata, menemukan limbah nanas dapat menjadi bahan pakan alternatif unggas. Limbah nanas juga ketersediaannya cukup terjamin di Indonesia.
"Limbah nanas dapat jadi salah satu bahan pakan alternatif dalam ransum ayam pedaging dan petelur karena ketersediaannya melimpah," kata Maria Endo Mahata di Padang, Kamis (5/12).
Ia menyampaikan hal itu pada pengukuhan guru besar tetap dalam bidang Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Unggas pada Fakultas Peternakan Unand dengan tema Pengolahan Limbah Nenas dengan Mikro Organisme Lokasl Untuk Pakan Ternak Unggas. Menurut dia, bahan pakan ternak akan menentukan kualitas ransum ternak yang digunakan.
Ia menjelaskan ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi suatu bahan agar bisa menjadi pakan ternak. Yaitu mengandung zat yang dibutuhkan ternak, disukai ternak, dapat dicerna dan diserap, ketersediaan berlanjut, tidak bersaing dengan manusia, tidak mengandung nutrisi beracun dan harganya murah.
Ia juga mengemukakan bahwa limbah nanas tergolong mudah diperoleh. Apalagi Indonesia merupakan negara penghasil nanas nomor sembilan terbesar di dunia.
Maria menyebutkan pada 2018 produksi nanas di Tanah Air mencapai 1,8 juta ton. Limbahnya dapat dijadikan pakan karena jumlahnya tersedia dalam jumlah banyak.
Berdasarkan hasil analisis kandungan zat makanan dan gross energi limbah nanas yang telah dikeringkan mengandung 93,79 persen bahan kering, 5,76 persen protein, 24 persen serat kasar, 0,93 persen lemak, 6,08 persen abu.
Terkait dengan persoalan kandungan serat kasar pada limbah nanas yang cukup tinggi dan kandungan energi yang rendah dapat dikurangi dengan metode pengolahan fermentasi. "Metode fermentasi menggunakan enzim selulotik yang dihasilkan larutan mikroorganisme lokal dari tanaman rebung," kata dia.
Ia menceritakan saat dilakukan percobaan pemberian limbah nanas yang difermentasi dengan rebung terjadi peningkatan bobot badan. Limbah nanas tersebut dapat digunakan 12 persen dalam ransum broiler dan 20 persen dalam ransum ayam petelur tanpa mengurangi performa optimal.