Ahad 22 Dec 2019 17:09 WIB

Hutan Berusia 385 Juta Tahun Ditemukan di AS

Penemuan hutan tua di AS terjadi secara tidak disengaja.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Hutan
Foto: ANTARA FOTO
Ilustrasi Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sistem akar yang luas dari pohon primitif berusia 386 juta tahun ditemukan oleh tim peneliti di wilayah Catskill, dekat dengan Cairo, New York, Amerika Serikat (AS). Penemuan tersebut terjadi secara tidak disengaja, saat penyaringan tanah fosil di area tersebut tengah dilakukan. 

Fosil-fosil, yang terletak sekitar 25 mil dari situs yang sebelumnya diyakini memiliki hutan tertua di dunia. Itu adalah bukti bahwa transisi menuju hutan seperti yang diketahui saat ini dimulai lebih awal, yaitu di Era Devonian. 

Baca Juga

“Era Devonian mewakili waktu di mana hutan pertama kali muncul di planet bumi,” ujar penulis studi, William Stein yang juga merupakan seorang profesor ilmu biologi di Binghamton University, New York, dilansir Science Daily, Ahad (22/12).

Stein mengatakan penemuan tersebut memiliki dampak dari urutan pertama, yaitu dalam hal perubahan ekosistem, serta apa yang terjadi di permukaan bumi dan lautan. Selain itu, perubahan termasuk di atmosfer global,  konsentrasi CO2 di atmosfer, dan iklim global.

Begitu banyak perubahan dramatis terjadi di zaman tersebut sebagai akibat dari hutan-hutan asli itu yang pada dasarnya, dunia tidak pernah sama sejak saat itu. Stein bersama dengan rekan peneliti lainnya, yaitu Christopher Berry dan Jennifer Morris dari Universitas Cardiff dan Jonathan Leake dari Universitas Sheffield, telah bekerja di wilayah Catskill di New York, di mana pada 2012 mereka menemukan bukti jejak kaki dari hutan fosil yang berbeda di Gilboa. Selama ini, wilayah itu disebut sebagai hutan tertua di Bumi. 

Dengan penemuan di Cairo, wilayah yang terletak sekitar 40 menit dari Gilboa sebagai area pertama mengungkapkan fakta adanya hutan yang lebih tua di dunia. Selain itu, hutan itu pun memiliki komposisi yang sangat berbeda. 

Di Cairo, terdapat tiga sistem akar yang unik. Hal itu membuat Stein serta tim peneliti seluruhnya berhipotesis bahwa hutan di Era Devonian terdiri dari pohon-pohon yang berbeda, serta menempati tempat yang berbeda, tergantung pada kondisi di area tersebut. 

Stein dan timnya pertama kali melakukan identifikasi sistem akar yang diyakini milik tanaman mirip pohon palem bernama Eospermatopteris. Pohon itu, yang pertama kali diidentifikasi di situs Gilboa, memiliki akar yang relatif belum sempurna. 

Seperti rumput liar, Eospermatopteris kemungkinan menempati banyak lingkungan, menjelaskan keberadaannya di kedua lokasi. Namun, akarnya elatif terbatas dan mungkin hanya hidup satu atau dua tahun sebelum mati dan digantikan oleh akar lain yang akan menempati ruang yang sama. 

Kemudian, para peneliti juga menemukan bukti pohon yang disebut Archaeopteris, yang berbagi sejumlah karakteristik dengan tanaman benih modern. Hal itu tampaknya mengungkapkan awal masa depan dari hutan. 

"Berdasarkan apa yang kita ketahui dari bukti fosil tubuh Archaeopteris sebelum ini, dan sekarang dari bukti akar yang kami tambahkan di Cairo, tanaman ini sangat modern dibandingkan tanaman di era Devonian lainnya, Meskipun masih berbeda secara dramatis dari pohon modern, namun Archaeopteris tampaknya menunjukkan jalan menuju masa depan unsur-unsur hutan,” kata Stein. 

Tim peneliti juga disebut terkejut dengan penemuan sistem akar ketiga di tanah fosil Cairo, milik  pohon yang diduga hanya ada selama Zaman Karbon dan setelahnya: "pohon skala" milik kelas Lycopsida. Stein mengatakan di situs tersebut identik dengan pohon-pohon besar rawa-rawa Batubara Karbon dengan akar memanjang. Meski demikian, belum ada yang menemukan bukti fosil tubuh dari kelompok tanaman itu pada awal era Devonian. 

"Temuan kami mungkin menunjukkan bahwa tanaman ini sudah ada di hutan, tetapi mungkin di lingkungan yang berbeda, lebih awal dari yang diyakini secara umum. Namun kami hanya memiliki jejak kaki, dan kami menunggu bukti fosil tambahan,” kata Stein. 

Tim peneliti berharap untuk dapat terus melanjutkan penyelidikan di wilayah Catskill dan membandingkan temuan mereka dengan hutan fosil di seluruh dunia. Stein mengatakan alangkah baiknya lingkungan tersebut dilestarikan dalam tanah fosil, dimanapun. 

"Memahami sejarah evolusi dan ekologi, itulah yang menurut saya paling memuaskan,” ujar Stein.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement