REPUBLIKA.CO.ID, QUEENSLAND -- Polusi yang semakin bertambah di gugusan terumbu karang Great Barrier Reef, Australia, mengancam keberlangsungan hidup lumba-lumba di sekitar area tersebut. Tubuh mamalia laut itu terpapar air yang terkontaminasi.
Studi yang terbit di jurnal Ecological Indicators menemukan penambahan polutan pada lapisan lemak dan kulit sejumlah lumba-lumba. Riset yang berlangsung antara 2014-2016 itu dikomparasi dengan hasil yang terkumpul pada 2009-2010.
Konsentrasi polutan yang dijumpai pada lumba-lumba bertambah dua sampai tujuh kali lipat. Spesies yang diteliti adalah lumba-lumba snubfin di Sungai Fitzroy, Queensland, serta lumba-lumba bungkuk di Port Curtis.
Polutan itu antara lain PCBs, DDTs, dan HCB. Peneliti mengatakan, polutan berbasis daratan di Great Barrier Reef juga melonjak pada periode waktu yang sama. Kontaminasi pun dipengaruhi kondisi makanan mangsa lumba-lumba.
Dalam sehari, lumba-lumba bisa makan cukup banyak, hingga sekitar enam persen dari berat tubuhnya. Dengan kata lain, konsentrasi kontaminasi bisa 200 kali lebih besar dibandingkan yang terlihat dari luar.
Penulis studi Guido J Parra menyampaikan faktor lain yang bisa memengaruhi keberlangsungan lumba-lumba. Salah satunya adalah peningkatan curah hujan dan banjir di wilayah pesisir Queensland selama beberapa dekade terakhir.
Profesor madya di Flinders University itu juga menyebutkan alasan-alasan berikutnya. Spesies lumba-lumba yang rentan harus menghadapi perubahan iklim, pengembangan pantai, kebisingan bawah laut, serta gangguan dari kapal.
"Ini berdampak pada kelangsungan hidup jangka panjang seluruh populasi lumba-lumba di Queensland," kata Parra, seperti dikutip dari laman Phys.
Peneliti memperingatkan bahwa kualitas air di Great Barrier Reef diklasifikasikan sebagai level buruk. Sementara, Sungai Fitzroy, Wet Tropics, Burdekin, Mackay Whitsunday, dan Burnett Mary berisiko medium hingga tinggi.