REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Virus corona tipe baru hingga kini belum memiliki nama resmi. Virus corona bukan nama sebutan untuk jenis virus yang telah menginfeksi ribuan orang dan menyebar ke sejumlah negara. Itu hanyalah nama dari kelompok virusnya.
Untuk sementara, para ahli menyebut virus korona dengan 2019-nCoV. Sekelompok ilmuwan telah merumuskan untuk memberikan nama yang tepat bagi jenis virus korona baru ini.
"Penamaan virus baru seringkali tertunda dan fokusnya sampai sekarang adalah pada respons kesehatan masyarakat," ujar asisten profesor di Johns Hopkins Center for Health Security, Crystal Watson, dilansir BBC, Rabu (5/2).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan nama sementara untuk virus korona baru dengan sebutan 2019-nCoV. Angka 2019 merujuk pada tahun ditemukannya virus itu, kemudian huruf 'n' berarti virus baru (novel) dan 'CoV' adalah kependekan dari coronavirus.
Watson mengatakan, nama tersebut tidak mudah diucapkan oleh masyarakat. Menurutnya, penamaan virus sangat penting agar orang-orang tidak menggunakan istilah atau sebutan lain yang dapat memojokkan populasi tertentu.
"Nama yang dimiliki sekarang tidak mudah digunakan, media serta masyarakat menggunakan nama lain untuk virus ini. Bahaya ketika tidak memiliki nama resmi adalah orang-orang mulai menggunakan istilah lain seperti virus China dan itu dapat menyerang populasi tertentu," ujar Watson.
Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV) adalah pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan nama kepada virus corona tipe baru yang kini menewaskan hampir 500 orang. Penamaan virus baru perlu kehati-hatian agar tidak menimbulkan salah paham di kalangan masyarakat.
ICTV menyatakan, nama-nama penyakit dapat memprovokasi reaksi terhadap anggota komunitas agama atau etnis tertentu serta menciptakan hambatan perdagangan, dan perjalanan. Misalnya, virus H1NI pada 2019 dijuluki sebagai "flu babi".
Hal ini menyebabkan Mesir menyembelih semua babi. Padahal, virus ini menular antarmanusia, bukan disebabkan karena babi.
Di sisi lain, WHO juga pernah mengkritik nama resmi sebuah virus. Ketika itu, WHO mengkritik nama MERS (Middle East Respiratory Syndrome) alias sindrom pernapasan Timur Tengah alias flu unta pada 2015 karena merujuk pada wilayah tertentu.
Oleh karena itu, ICTV mengeluarkan pedoman penamaan virus corona baru yang tidak mencakup lokasi geografis, nama orang, nama binatang atau sejenis makanan, dan referensi budaya atau industri tertentu. Kepala Bidang Studi Ilmu Biologi di Texas A&M University, Benjamin Neuman mengatakan, nama untuk virus corona tipe baru harus pendek dan deskriptif seperti SARS, sindrom penapasan akut parah.
Neuman bersama dengan 10 orang lainnya telah duduk bersama di ICTV untuk memberikan nama bagi virus korona baru. Neuman dan timnya mulai membahas nama untuk virus korona baru sekitar dua pekan lalu.
"Namanya harus mudah diucapkan ketimbang nama-nama virus lain di luar sana," kata Neuman.
Tim Neuman membutuhkan waktu dua hari untuk menyelesaikannya sebelum diluncurkan ke publik. Mereka telah mengirimkan nama itu ke jurnal ilmiah dan berharap dapat segera diumumkan dalam beberapa hari mendatang.
Neuman mengatakan, penamaan virus corona tipe baru dapat membantu masyarakat memahami virus tersebut. Selain itu, dia berharap nama baru virus corona dapat memungkinkan para peniliti fokus untuk membasminya.
"Memberikan nama untuk virus tertentu adalah tanggung jawab yang besar," ujar Neuman.