REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri masih bisa ditemukan di atmosfer atas. Bakteri-bakteri itu tidak rusak karena angin kering maupun sinar ultraviolet.
Menurut hasil studi di Proceedings of the National Academy of Sciences edisi 28 Januari 2013, peneliti menemukan 314 tipe bakteri dari masa udara yang diambil pada ketinggian 10 kilometer di atas Teluk Meksiko, Laut Karibia, Samudera Atlantik, dan Benua Amerika.
Para peneliti menemukan bakteri-bakteri itu setelah melakukan analisis mikrobiologi pada sampel udara yang diperoleh dari misi riset badai yang dilakukan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) selama enam pekan pada 2010.
Meski para ilmuwan hanya bisa mendapatkan sedikit materi dalam riset itu namun bakteri yang ditemukan mencakup 20 persen dari seluruh partikel, proporsi yang lebih tinggi dibandingkan atmosfer dekat Bumi.
"Saya sangat terkejut dengan tingginya kepadatan bakteri pada ketinggian ini," kata Ulrich Karlson, ahli mikrobiologi lingkungan dari Aarhus University di Denmark, yang terlibat dalam studi ini.
"Ini sungguh lingkungan yang keras," kata Karlson seperti dikutip dari laman jurnal ilmiah Nature.
Tantangan selanjutnya adalah untuk mencari tahu peran organisme-organisme ini di atmosfer, kata Konstantinos Konstantinidis, ahli mikrobiologi lingkungan dari Georgia Institute of Technology di Atlanta, salah satu penulis studi.
Analisis genetik mengungkapkan bahwa beberapa mikroba atmosfer atas berhubungan dengan bakteri yang diduga merupakan katalis pembentukan kristal es dan kondensasi awan.
Proses fundamental yang disebut nukleasi terjadi ketika molekul air di udara menyatu di sekitar partikel benih, seringnya debu atau jelaga.
Tergantung pada suhu, senyawa kompleks ini bisa tumbuh menjadi tetesan air atau bola es beku, mengarah ke pembentukan awan dan hujan atau salju.
Menurut penulis studi yang lain, ilmuwan atmosfer Athanasios Nenes dari Georgia Institute of Technology, temuan terakhir mendukung teori yang mengemuka bahwa komunitas bakteri, khususnya di atmosfer atas dimana debu sudah jarang, bisa mempengaruhi cuaca dan iklim.
Ahli ekologi mikrobia dari University of Colorado, Noah Fierer, mengatakan riset lanjutan masih diperlukan untuk memahami hubungan antara bakteri di udara dengan unsur-unsur atmosfer yang lain.
"Apa yang ada di atas sana, dan bagaimana apa yang di atas itu berubah sepanjang waktu? Itu kita masih tidak tahu," kata Fierer.