REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Ilmu mengolah lahan yang dinamakan permakultur pertama digagas di Australia lebih dari 30 tahun yang lalu. Kini, metode permakultur digunakan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Salah satu inti metode permakultur adalah bahwa satu elemen bisa menjalankan beberapa fungsi.
Contohnya, di blok pinggiran kota, di musim panas warga memelihara seekor domba. Tugas utama domba adalah memotong rumput halaman. Tapi, domba ini juga menjadi sumber pupuk dari kotorannya. Ia menjadi binatang peliharaan. Di akhir musim tumbuh rumput, daging domba ini menjadi sumber protein yang organik.
Salah satu penemu permakultur, David Holmgren, menggambarkan bahwa permakultur adalah "Lahan yang dirancang untuk meniru pola dan hubungan-hubungan yang ada di alam, dan juga menghasilkan makanan, serat dan energi yang banyak untuk penduduk setempat."
Yang pertama kali menyebarkan gagasan permakultur ke dunia adalahBill Mollison dan David Holmgren, melalui artikel tahun 1976 yang diterbitkan oleh masyarakat pertanian dan perkebunan organik Tasmania. Dua tahun kemudian, mereka menerbitkan buku mereka berjudul Permaculture One.
Tahun 1981, Mollison mendapat penghargaan Right Livelihood Award, yang mengaku sebagai "Hadiah Nobel alternatif". Mollison diberi penghargaan karena "mengembangkan dan mempromosikan teori dan praktek permakultur."
Seorang pengajar permakultur di Amerika, Warren Brush, memperkirakan bahwa saat ini ada 2,5 juta praktisioner permakultur di 135 negara. Menurut Brush, klaim bahwa permakultur saat ini memberi makan lebih banyak orang dibanding seluruh program bantuan di dunia adalah benar adanya.
Metode permakultur dikembangkan dari percobaan-percobaan bidang pertanian, arsitektur dan sosial yang telah berlangsung selama beratus tahun.
Yang unik dari ilmu ini adalah karena berhasil menggabungkan seluruh disiplin ilmu itu menjadi satu sistem terpadu. Banyak gagasan awal dalam permakultur yang sekarang banyak dipraktekkan, seperti proses pembuatan kompos, taman vertikal, penggunaan bahan pelapis (mulching), penampungan air hujan dengan tanah lembab (swales), aquaponic, dan seterusnya.
Permakultur bisa mengadaptasi dan mengendalikan konsep-konsep yang berbeda, seperti pemanasan solar pasif dan peternakan bebek, menjadi satu struktur terintegrasi. Hingga, ilmu ini pun memiliki banyak cabang.
Salah satu contoh cabangnya adalah 'permablitz', dimana sejumlah sukarelawan berkumpul di satu tempat di daerah pinggiran kota untuk berbagi tenaga dan menanam bahan makanan. Konsep ini pertama kali digagas di Melbourne, Australia, pada tahun 2006, oleh seorang lulusan permakultur muda bernama Dan Palmer.
Gagasannya kemudian menyebar ke berbagai negara, seperti Indonesia, Kanada, Portugal, Turki dan Amerika Serikat.
Sedangkan Transition Towns adalah gerakan yang berawal di Irlandia, dimotori oleh guru permakultur bernama Rob Hopkins. Ia membuat konsep proses bottom-up yang mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi perubahan iklim dan penurunan persediaan minyak bumi.
Situs David Holmgren bahkan menyatakan bahwa Permakultur mungkin merupakan salah satu 'ekspor intelektual' Australia yang paling signifikan. Powerhouse Museum di Sydney pun menyebut bahwa permakultur termsuk salah satu inovasi terbesar dari Australia di abad setelah terbentuknya Federasi, atau kemerdekaan negara ini.