Senin 24 Mar 2014 15:37 WIB

Disadap NSA, Huawei Kesal

A mobile phone simulating a call to German Chancellor Angela Merkel next to a tablet computer showing the logo of the United Staes' National Security Agency (NSA) is seen in this multiple exposure picture illustration taken in Frankfurt October 28, 2013.
Foto: Reuters/Kai Pfaffenbach
A mobile phone simulating a call to German Chancellor Angela Merkel next to a tablet computer showing the logo of the United Staes' National Security Agency (NSA) is seen in this multiple exposure picture illustration taken in Frankfurt October 28, 2013.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING --  Perusahaan telekomunikasi dan internet raksasa milik China, Huawei, pada Senin (24/3), mengecam Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) terkait adanya laporan bahwa organisasi itu secara diam-diam telah menyadap jaringan internet dan telekomunikasi Huawei selama bertahun-tahun.

Harian AS New York Times dan harian Jerman Der Spiegel pada Sabtu (22/3) mengatakan bahwa NSA telah mengakses dan memata-matai arsip surat-surat elektronik serta komunikasi antara pejabat perusahaan China itu, dan bahkan kode sumber rahasia dari beberapa produk Huawei.

Laporan itu didasarkan pada dokumen-dokumen yang ditunjukkan oleh mantan kontraktor NSA yang sekarang menjadi buronan, Edward Snowden. "Jika tindakan dalam laporan itu memang benar terjadi, Huawei mengecam segala kegiatan yang menyerang dan menyusup ke dalam jaringan internal perusahaan kami, termasuk pemantauan terhadap komunikasi kami," kata wakil presiden Huawei untuk urusan internasional Roland Sladek.

Dia juga mengatakan bahwa Huawei "tidak setuju dengan semua jenis kegiatan yang mengancam keamanan jaringan dan bersedia untuk bekerja sama secara terbuka dan transparan dengan semua pemerintah, pemangku kepentingan, dan pelanggan industri telekomunikasi untuk bersama-sama mengatasi tantangan global mengenai keamanan jaringan komunikasi".

Menurut sebuah dokumen tahun 2010 yang dikutip oleh New York Times, niat awal dari operasi spionase "Shotgiant" NSA adalah untuk mencari hubungan antara perusahaan raksasa teknologi yang berbasis di Shenzhen itu dengan militer China.

Namun, sasaran dari program spionase NSA tersebut akhirnya berkembang hingga NSA juga memantau penetrasi produk-produk komunikasi Huawei yang dijual ke negara-negara berkembang guna "mendapatkan akses ke jaringan perusahaan itu" di seluruh dunia.

Situs New York Times diblokir di China dan laporan mengenai kegiatan spionase NSA tersebut tidak dapat diakses di jaringan internet di negara itu.

AS telah lama memandang Huawei sebagai ancaman keamanan karena perusahaan itu dianggap memilki hubungan hubungan dekat dengan pemerintah China, dimana pandangan itu telah disangkal oleh Huawei.

Amerika Serikat dan Australia juga telah melarang Huawei untuk terlibat dalam proyek-proyek jaringan komunikasi besar karena khawatir perusahaan China itu akan melakukan spionase.

NSA menyatakan pembelaan terhadap operasi intelijennya dengan mengatakan bahwa operasi itu difokuskan hanya pada "target-target intelijen asing yang valid". Pihak NSA, tanpa menyebut nama New York Times atau Der Spiegel secara spesifik, dalam sebuah pernyataan mengkritik adanya publikasi yang "terus menerus dan selektif" mengenai rincian metode pengawasan badan keamanan itu, dengan alasan laporan tersebut membahayakan keamanan nasional AS.

Badan keamanan AS itu menegaskan bahwa kegiatan NSA "fokus dan khusus dikerahkan melawan - dan hanya melawan - target intelijen asing yang valid untuk kebutuhan keamanan nasional". NSA juga menyangkal pernyataan yang dikeluarkan oleh Snowden dan beberapa pihak lain bahwa agen mata-mata AS melancarkan kampanye industri spionase untuk mewakili kepentingan bisnis Amerika Serikat.

"Kami tidak menggunakan kemampuan intelijen kami untuk mencuri rahasia bisnis dari perusahaan-perusahaan asing atau memberikan informasi yang kami kumpulkan kepada perusahaan-perusahaan AS agar mereka dapat meningkatkan daya saing," kata NSA.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement