Sabtu 24 Oct 2015 19:19 WIB

Merencanakan Masa Depan dengan Dana Terbatas

Red: Erik Purnama Putra
Merencakan keuangan sekarang demi masa depan lebih baik (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan H
Merencakan keuangan sekarang demi masa depan lebih baik (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

Usianya masih 26 tahun. Kendati begitu, Murdaningsih sudah memiliki perencanaan yang matang dalam mengelola keuangannya. Berstatus bekerja di perusahaan swasta di Jakarta sejak empat tahun lalu, membuat perempuan asal Purbalingga, Jawa Tengah ini harus putar otak untuk memaksimalkan keuangannya.

Selama ini, ia menyimpan uang dari hasil gaji dan pendapatan lainnya dengan hanya ditabung. Lama-lama, ia berpikir dengan menabung saja, tentu tidak mendapat manfaat tambahan, umpama ketika tiba-tiba harus mengeluarkan biaya untuk berobat. Meski kantornya juga menyediakan dana kesehatan, namun ia merasa perlu untuk menginvestasikan uangnya.

Alhasil, sejak dua tahun lalu, ia mendaftarkan diri ikut asuransi kesehatan produk bank BUMN. Alumnus Universitas Diponegoro tersebut memilih asuransi unit link yang 'mengawinkan' fungsi proteksi dan satunya investasi.

Premi yang dibayarkan sebagian digunakan untuk membayar proteksi dan sebagian ditaruh untuk reksadana dalam bentuk unit link. "Karena dana saya terbatas, saya menyiasatinya ikut asuransi jenis unit link. Saya bisa dapat proteksi kesehatan, dan dapat investasi," kata Murda kepada Republika.co.id, Jumat (23/10) malam WIB.

Menurut Murda, ikut unit link didasari pada informasi yang cukup. Sebelumnya, ia cukup bingung ingin memanfaatkan uangnya untuk kepentingan masa depannya. Dia tidak ingin uang yang ada dalam tabungan tergerus inflasi.

Mumpung masih muda dan belum berumah tangga, pikir dia, pilihan dijatuhkan untuk mengelola sebagian keuangannya demi kepentingan masa depan. "Ya kalau uangnya cukup, memang lebih baik asuransi sendiri, dan punya reksadana sendiri," ujarnya.

Meski setiap bulannya harus membayar premi sebesar Rp 350 ribu per bulan, kendati sudah ikut BPJS Kesehatan dan bisa klaim biaya kesehatan ke kantor, ia tetap tidak merasa rugi. Menurut dia, ikut unit link turut membantunya untuk memiliki perencanaan yang baik terhadap keuangannya. Kalau tidak begitu, ia khawatir terkena risiko ketika tidak memiliki proteksi pribadi.

Dia juga meyakini bakal sulit mengatur pendapatan ketika usia nanti semakin beranjak dan harus menyediakan dana, misal untuk pernikahan atau membeli kendaraan dan rumah, jika sedari awal tidak memaksakan diri untuk menggunakan alokasi uang secara bijak. "Jadi ini demi kebaikan kita sendiri," katanya.

Ichsan (30 tahun) berstatus sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta di bilangan Jakarta Selatan. Sejak bekerja pada 2009, ia langsung berinisiatif menyisihkan sebagian uangnya agar tidak cepat menipis. Dia takut kalau uangnya hanya ditabung secara konvensional di bank, lantaran sewaktu-waktu bisa tergiur untuk mengambil uang ketika ingin beli sesuatu.

Kemudian, ia sedikit bingung harus menginvestasikan di produk apa terkait uang yang dimiliknya. Target awalnya ikut asuransi dengan pertimbangan, selain ingin memiliki proteksi, juga ingin belajar mengelola keunganan untuk hal produtif. Setelah mendapat saran dari orang tua, ia memilih menyisihkan uangnya untuk membayar premi asuransi kesehatan.

"Saya memang hingga kini jarang memanfaatkan kartu asuransi saya ini, tapi saya tidak merasa rugi. Karena saya setidaknya punya 'tabungan' dalam bentuk lain," katanya. Pada awalnya, ia mengakui, hal itu berat dilakukan, lantaran hasil kerja kerasnya tidak langsung dinikmatinya. Namun, ia percaya, hasil keringatanya itu akan dirasakan beberapa tahun ke depan selepas kontrak asuransi 10 tahun berakhir.

Tingkatkan edusikasi masyarakat

Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan, adanya peningkatan pemahaman dan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap pentingnya asuransi jiwa. Sayangnya, dari 250 juta penduduk Indonesia, baru 12 persen saja masyarakat yang memanfaatkan jasa atau produk asuransi. Padahal, di sisi lain terdapat 140 juta kelas menengah yang sebenarnya berpotensi untuk digarap, andai saja tingkat pemahaman terhadap asuransi dapat ditingkatkan.

Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim mengakui, berbagai indikator menunjukkan semakin sadarnya masyarakat ikut asuransi sebagai upaya perlindungan atas perencanaan keuangan jangka panjang. Karena itu, pihaknya siap menjaga kepercayaan masyarakat dengan memberikan layanan terbaik dan menunaikan kewajiban sesuai dengan manfaat yang ditawarkan.

Tidak hanya itu, ia juga berharap dengan semakin mengertinya masyarakat terhadap produk asuransi membuat mereka mau berupaya konkret untuk melindungi diri, keluarga, dan aset mereka melalui asuransi.

AAJI dan para perusahaan anggotanya akan terus berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan penetrasi asuransi jiwa di Indonesia dan merangkul lebih banyak orang lagi untuk memiliki proteksi masa depan yang mencukupi.

"Industri asuransi juga diharapkan bersama-sama, bergotong royong membantu masyarakat Indonesia dalam menghadapi risiko yang dapat terjadi di masa yang akan datang dengan memiliki asuransi yang memadai," ujar Hendrisman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement