Jumat 02 Nov 2018 10:38 WIB

Kejujuran Itu Berkah, Kebohongan Itu Musibah

Pesan Nabi Muhammad, "Berlakulah jujur, dan jauhilah dusta."

Red: Irwan Kelana
Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS (kiri).
Foto: Dok SBBI
Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Islam sangat menekankan kejujuran dan melarang keras kebohongan. Banyak ayat Alquran dan hadis Rasulullah SAW yang menegaskan hal tersebut.

Salah satu di antaranya adalah QS at-Taubah ayat 119, yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)."

“Ayat ini menegaskan bahwa ketakwaan dan kejujuran itu saling berkaitan. Kejujuran punya makna atau menjadi ibadah kalau dilandasi ketakwaan. Tidak mungkin orang bertakwa kalau dia tidak jujur,” kata Guru Besar IPB, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS, saat mengisi pengajian guru Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al Ikhlas Bosowa Bina Insani, Bogor, Jawa Barat, Jumat (2/11).

Kiai Didin menambahkan, ada empat sifat yang wajib dimiliki oleh para rasul. Salah satu di antaranya adalah shiddiq (benar atau jujur). Lawannya adalah dusta.

“Dusta itu bukan sifat orang yang baik/takwa. Dusta itu sifat orang yang jahat. Karena itu, orang tua, pendidik, dan pemimpin harus jujur. Hal itu sangat penting untuk melahirkan generasi mendatang yang lebih baik, dan pemimpin umat yang amanah,” papar direktur Program Pascasarajan Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor.

Kiai Didin mengutip sebuah hadis Rasulullah yang menekankan pentingnya kejujuran dan mengingatkan bahaya kebohongan. “Berlakulah jujur, sesunguhnya kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan akan menghantarkan ke surga. Dan, seseorang yang senantiasa berlaku jujur akan tercatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Jauhilah dusta. Sesungguhnya dusta akan membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan seseorang ke dalam neraka. Seseorang yang sering berdusta akan tercatat disisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR Muslim).

Dari hadis di atas, kata Kiai Didin, jelaslah bahwa sumber kebaikan itu adalah kejujuran. “Jujur itu berkah. Kalau orang jujur, hasilnya baik. Tidak ada kebaikan tanpa kejujuran. Tidak ada prestasi yang baik tanpa kejujuran,” ujarnya.

Lebih dari itu, kejujuran akan mengantarkan seseorang masuk surga di akhirat kelak. Salah satu pintu di surga adalah Pintu Kejujuran. “Hendaklah kalian menjadi orang yang jujur (shiddiq). Sebab, Shiddiq merupakan salah satu pintu di surga. Hendaklah kalian menjauhi dusta, sebab dusta merupakan salah satu pintu di neraka,” tutur Kiai Didin mengutip salah satu hadis Rasulullah SAW.

Ia menambahkan, ayat Alquran dan hadis di atas menegaskan, kejujuran itu memerlukan pembiasaan. “Apa saja yang baik perlu pembiasaan. Begitu pula, kejujuran perlu pembiasaan,” ujarnya.

 

Orang tua maupun pendidik perlu menerapkan pembiasaan jujur kepada anak dan murid. Orang tua dan guru harus menjadi teladan bagi anak dan siswa menerapkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. “Kita harus menanamkan dalam diri anak dan murid kita bahwa jujur itu mahal. Jujur itu indah. Jujur itu tinggi. Jujur itu mulia,” paparnya.

Sebaliknya, kata Kiai Didin, setiap orang harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghindarkan dirinya dari sifat dan perbuatan dusta. “Dusta merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Karena itu, harus kita jauhi sejauh-jauhnya,” katanya.

Dusta itu, Kiai Didin menambahkan, sumber berbagai kejahatan. Dusta itu sumber kemunafikan. “Rasulullah SAW menegaskan, ada tiga tanda orang munafik. Salah satunya adalah kalau berbicara, dia berdusta,” tuturnya.

Kiai Didin mengemukakan, saat ini dusta sudah berubah menjadi musibah. Orang melihat pesawat jatuh, gempa bumi dan gunung meletus, sebagai musibah. Sebetulnya, ada musibah yang lebih besar lagi, namun tidak dianggap sebagai musibah. Apakah itu? “Dusta! Bencana alam  memang merupakan musibah. Namun, dusta merupakan musibah yang lebih besar lagi. Karena itu, Rasulullah mengajarkan kepada kita, ‘Ya Allah, janganlah engkau jadikan musibah bagi kami dalam agama kami (yakni merajalelanya perbuatan dusta)’,” kata Prof Didin Hafidhuddin menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement