Senin 24 Dec 2018 09:16 WIB

Kebanyakan Korban Mom Shaming Ibu Bekerja

Para ibu harus mempunyai pendirian teguh yang kuat dan berpikiran positif.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Ani Nursalikah
Ibu bisa menyimpan mainan yang paling disukai anak dan mengeluarkannya saat bekerja, agar anak asik bermain dan ibu bisa menuntaskannya tugasnya.
Foto: projecteve
Ibu bisa menyimpan mainan yang paling disukai anak dan mengeluarkannya saat bekerja, agar anak asik bermain dan ibu bisa menuntaskannya tugasnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Tiga Generasi Saskhya Aulia Prima mengatakan kebanyakan korban mom shaming adalah wanita karier dengan anak yang dititipkan dengan pengasuh. Dengan hal seperti itu, lingkungan terdekat akan berkomentar walaupun tidak tahu keadaan sebenarnya ibu tersebut.

"Mereka berkomentar, ibunya tidak mengurus anaknyalah karena bekerja tanpa mengetahui keadaan sebenarnya," ucapnya saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (22/12).

Baca Juga

Ia menjelaskan orang lain yang berkomentar berupa sindiran dan kritik negatif, sebetulnya menunjukkan rasa perhatian, tetapi ditunjukkan dengan bahasa yang menyakiti perasaan orang lain. "Seharusnya, jika ingin berkomentar bahasanya diperhalus dan tidak membanding-bandingkan dengan pola asuh ibu lain atau sebagainya agar tidak menimbulkan minder dan stres," ujarnya.

Saskhya menemukan permasalahan ibu sekarang adalah banyak yang membandingkan berat badan anak dan ibu. "Ada yang bilang kok anaknya kecil sih, ibunya besar," ucanya.

Ia menambahkan para ibu harus mempunyai pendirian teguh yang kuat dan berpikiran positif dengan berbagai macam komentar orang lain. Untuk menghindari mom shaming, para ibu harus banyak baca buku pengasuhan, bertanya pada ahlinya dan mengadakan forum antaribu.

"Ini perlu lho mengadakan forum antaribu agar mereka bertukar pikiran tentang mendidik anak, tidak ada salah paham, dan mengerti satu sama lain," ucapnya.

Di media sosial, komentar negatif pada para ibu biasanya dialami influencer karena warganet bebas berkomentar. Menurutnya, saat ini belum ada kasus ringan atau berat yang dialami para ibu tentang mom shaming. Di Indonesia pun belum ada penelitian tentang mom shaming.

Saskhya mengatakan bila merujuk dari data di Michigan University, sekitar 500 pengguna digital mengaku dirinya mengalami mom shaming, mulai dari cara pengasuhan anak hingga pemberian susu yang mempengaruhi sang ibu dalam memberikan keputusan terhadap anaknya. "Dari hasil data stastistik tersebut, yang tinggi pelaku mom shaming adalah orang tua sendiri. Kedua, suami. Ketiga adalah mertua," katanya.

Istilah mom shaming merujuk pada merendahkan seorang ibu karena pilihan pengasuhannya berbeda dari pilihan yang dianut si pengkritik. Perilaku mom shaming berupa sindiran, komentar, atau kritik yang bersifat negatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement