Selasa 16 Jul 2019 12:20 WIB

Komisi VII Desak Jonan Kaji Penggunaan PLTN

Teknologi PLTN sudah berkembang pesat sangat pesat.

Rep: Muhammad Nursyamsyi / Red: Dwi Murdaningsih
Pembangkit listrik tenaga nuklir/PLTN (ilustrasi)
Foto: EPA/Laurent Dubrule
Pembangkit listrik tenaga nuklir/PLTN (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VII DPR RI menggelar rapat kerja dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan pada Senin (15/7). Salah satu kesimpulan rapat ialah mendesak Menteri ESDM untuk segera mengkaji peluang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dimasukan dalam rencana umum ketenagalistrikan nasional (RKUN) 2019-2038 dan membandingkan dengan biaya eksternal dari pembangkit fosil.

Salah satu yang paling vokal mengenai PLTN ialah anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi. Menurut pria asal Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut, Indonesia sudah waktunya mengunakan PLTN untuk menjadi negara yang maju pada 2045.

Baca Juga

Kurtubi menilai percepatan pertumbuhan ekonomi harus berkorelasi dengan pertumbuhan industrialisasi. Sementara industrialisasi memerlukan energi dan kelistrikan yang harus memadai.

"Kelemahan utama industrialisasi kita itu sektor energi dan kelistrikan tidak mendukung. Saya mengusulkan PLTN segera masuk agar kita cepat kita jadi negara industri yang maju, demi tenagalistrikan yang andal dan bersih," ujar Kurtubi.

Kurtubi mengungkapkan teknologi PLTN sudah berkembang pesat sangat pesat. Namun, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata Kurtubi, teknologi nuklir masih menjadi sesuatu yang menakutkan dengan selalu merujuk kecelakaan Fukushima dan Chernobyl.

"Nuklir sudah bersih. Dari segi teknologi sudah sangat aman, segi biaya produksi listrik lebih rendah dari PLTU dan batubara," ucap Kurtubi.

Kurtubi menuding pihak yang tidak mendukung Indonesia menggunakan teknologi nuklir merupakan NGO dari luar yang tidak menginginkan sektor industri Indonesia maju. Kurtubi menegaskan kehadiran teknologi nuklir dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu,  kehadiran teknologi nuklir bukan berarti meniadakan pembangkit lain yang sudah ada, melainkan sebagai bagian dari upaya percepatan pertumbuhan ekonomi ke depan.

"Kita minta pemerintah pertimbangkan PLTN dimasukan karena perencanaan sampai pembangunan PLTN ini butuh waktu lama. Rakyat diwakili Komisi VII sepakat PLTN, kita harapkan Pak Jokowi di periode kedua mencatat sejarah, karena ide besar ini dari Soekarno," kata Kurtubi.

Menteri ESDM Ignasius Jonan menilai hal yang harus dijaga adalah tarif listrik yang terjangkau dengan subsidi yang terbatas.

"Saat ini biaya untuk PLTN sekitar 12 sen dollar per kwh. Kita harus melihat dari harga yang kompetitif. Kita juga harus sosialisasi dulu ke wilayah yang bakal didirikan PLTN," ucap Jonan.

Jonan menyebutkan pemerintah akan melakukan pembangunan PLTN segera apabila harga yang ditawarkan kompetitif. Bagi Jonan, apabila biayanya mencapai 12 hingga 16 sen dollar per kwh akan menjadi tantangan yang berat. Jonan juga tak menampik minimnya pemahaman warga terkait PLTN.

Komisi VII DPR RI dan Kementerian ESDM kemudian sepakat melakukan kajian dalam bentuk Forum Grup Disscussion (FGD) untuk membahas pembangunan PLTN. Jonan meminta untuk Komisi VII DPR RI menghadirkan narasumber dari ahli nuklir dalam FGD yang nanti akan dilaksanakan.

"Ahli nuklir yang kita minta adalah mereka yang memang berpengalaman di bidang energi nuklir untuk listrik dan mereka yang pernah membangun PLTN. Jadi bukan yang cuman belajar tentang nuklir saat sekolah saja," kata Jonan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement