Senin 23 Dec 2019 00:17 WIB

Penumpang Soekarno-Hatta Turun 11 Juta Selama 2019

Bandara Soekarno-Hatta menyumbang 60 persen pendapatan AP II.

Red: Ani Nursalikah
Penumpang Soekarno-Hatta Turun 11 Juta Selama 2019. Sejumlah penumpang turun dari pesawat di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten (ilustrasi).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Penumpang Soekarno-Hatta Turun 11 Juta Selama 2019. Sejumlah penumpang turun dari pesawat di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Penumpang Bandara Soekarno-Hatta turun hingga 11 juta penumpang sepanjang 2019, yakni 54,2 juta penumpang dari 65,6 juta penumpang sepajang 2018. Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin dalam paparannya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang menyebutkan penurunan penumpang secara keseluruhan di bandara yang dikelola AP II, yakni 18,85 persen.

“Kita memperkirakan pergerakan penumpang akan berpotensi menurun 18 persen menjadi 90,5 juta,” katanya, Ahad (22/12).

Baca Juga

Berdasarkan data AP II, penurunan terbesar terjadi di Bandara Soekarno-Hatta, bahkan jauh di bawah jumlah keseluruhan penumpang tiga tahun lalu sepanjang 2016, yakni 58,1 juta penumpang. Pergerakan di Bandara Soekarno-Hatta menyumbang 60 persen dari pergerakan penumpang di seluruh pergerakan di seluruh bandara AP II.

Bandara Soekarno-Hatta menyumbang 60 persen terhadap pendapatan perusahaan. Bandara-bandara AP II besar yang mengalami penurunan, yakni Bandara Kualanamu mengalami penurunan 2,5 juta penumpang dari 10,4 juta penumpang sepanjang 2018 menjadi 7,9 juta penumpang sepanjang 2019.

Dalam kesempatan sama, Direktur Teknik AP II Djoko Murdjatmodjo mengatakan penyebab penurunan terjadi karena pengaruh adanya harga tiket yang mahal dan banyaknya Infrastruktur transportasi lain yang sudah terbangun, yakni Tol Trans Jawa dengan Tol Trans Sumatra. “Di dalam penerbangan, tidak hanya satu penyebabnya di seluruh dunia pun pergerakan turun. Kita kena imbas karena adanya isu yang dihembuskan terkait harga tiket, bagasi berbayar,” katanya.

Padahal, menurut dia, sejak dahulu dalam penerbangan berbiaya murah (LCC), bagasi memang tidak termasuk dalam komponen harga tiket. “Penerbangan LCC, bagasinya pasti berbayar. Komponen tarif itu tidak ada bagasi,” katanya.

Djoko menyebutkan daya beli masyarakat juga berpengaruh karena adanya tiket mahal dan bagasi berbayar itu. Faktor lainnya, yakni membaiknya infrastruktur transportasi lain, seperti tol terutama untuk penerbangan di wilayah Jawa.

“Di Jawa, infrastruktur darat yang cukup membaik. Tol saat ini cukup tinggi. Di udara justru rendah. Di satu sisi kondisi memang bergerak,” katanya.

Namun, Djoko optimistis permintaan akan terus tumbuh karena pertumbuhan penumpang pesawat di Indonesia dinilai lebih baik, yakni empat persen dibanding negara lainnya yang tiga persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement